Sunday, September 25, 2016

PSIKOLOGI KLINIS BERBASIS IT

Posted by Edo Bramantyo on Sunday, September 25, 2016


Istilah teknologi informasi mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita. Teknologi informasi mencakup perangkat keras dan perangkat lunak untuk melaksanakan satu atau sejumlah tugas pemrosesan data seperti menangkap, mentransmisikan, menyimpan, mengambil, memanipulasi, atau menampilkan data (Alter dalam Mukhlis). Peranan teknologi informasi kini sudah banyak berkembang dan meluas di dalam setiap aspek kehidupan kita, baik dalam pekerjaan, pendidikan ataupun dalam kehidupan pribadi kita. Ada beberapa macam bidang psikologi, yaitu psikologi pendidikan, psikologi klinis, psikologi anak dan remaja, psikologi industri dan organisasi, psikologi sosial. Kita bahas satu per satu peran teknologi informasi dalam setiap bidang psikologi :

1.  Psikologi Pendidikan
Dalam psikologi pendidikan, salah satu pembahasannya mengenai cara memotivasi siswa dalam belajar. Maka teknologi informasi yang dipakai adalah software-software pembelajaran, karena melalui software pembelajaran, siswa akan lebih termotivasi untuk belajar dibandingkan dengan tidak memakai software. Software pembelajaran ini bisa meliputi software simulasi, drill and practice, dan sebagainya.

2.  Psikologi Klinis
Dalam psikologi klinis, teknologi informasi yang berperan adalah alat tes yang sudah terkomputerisasi. Saat ini alat tes yang sudah terkomputerisasi adalah tes Rorschach yang dikembangkan oleh Exner. Dengan begitu, akan memudahkan proses pendiagnosaan.

3.  Psikologi Anak dan Remaja
Dalam psikologi anak dan remaja, dibahas mengenai bagaimana perkembangan anak dan remaja. Agar perkembangan anak dan remaja dapat berjalan dengan baik, perlu diketahui minat mereka, maka digunakanlah analisa sidik jari yang saat ini sudah banyak ditemukan di masyarakat kita.

4.  Psikologi Industri dan Organisasi
Dalam psikologi industri dan organisasi, dibahas mengenai potensi, masalah-masalah sumber daya manusia dalam perusahaan. Terkadang, para psikolog menyebarkan kuesioner untuk mengetahui masalah – masalah dan faktor yang mempengaruhi karyawan, maka digunakanlah software untuk menganalisanya, seperti spss, dan lain-lain.

5.  Psikologi Sosial
Dalam psikologi sosial, dibahas mengenai perilaku individu atau sekelompok individu dalam kehidupan sosialnya. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh psikolog social,biasanya menggunakan angket ataupun kuesioner. Kemudian untuk memudahkan dalam proses analisa, maka digunakanlah SPSS. SPSS ini merupakan teknologi informasi yang digunakan oleh bidang psikologi sosial. Demikianlah pembahasan mengenai peranan teknologi informasi dalam bidang psikologi. Perlu diketahui, peranan teknologi tidak hanya dalam bidang psikologi, tetapi juga dalam bidang lain.

Gangguan Psikologi Terkait
Prince dkk. pada tahun 2007 menyatakan dalam artikel ilmiah mereka bahwa “there’s no health without mental health” (tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental). Saat ini, dan diprediksi akan meningkat pada beberapa tahun mendatang, masalah-masalah gangguan psikologis menyumbangkan 12% global burden of diseases (beban penyakit dunia). Peningkatan yang akan terjadi memprediksikan bahwa kasus depresi menjadi beban dunia nomor 2 setelah beban dunia peringkat 1, yaitu HIV/AIDS. Pada tahun 2001, WHO juga mengumumkan bahwa kesehatan mental merupakan isu yang sama pentingnya dengan kesehatan fisik karena biar bagaimanapun, kesehatan mental juga sangat mempengaruhi kesejahteraan individu, keluarga dan komunitas.
Secara global, masalah-masalah kesehatan mental saat ini masih merupakan masalah yang belum banyak dipertimbangkan secara serius. Di Amerika sendiri yang merupakan negara dengan sistem asuransi yang sudah sangat teratur, kesehatan mental masih bukan merupakan isu yang dianggap serius. Terbukti dari tidak adanya jaminan-jaminan yang bisa diberikan (seperti obat-obatan dan pelayanan kesehatan) yang bisa didapatkan oleh orang-orang dengan gangguan psikologis. Jika kasusnya seperti itu di negara yang maju, bagaimana dengan negara berkembang seperti Indonesia?
Di Indonesia, tidak ada kebijakan yang mengatur asuransi-asuransi kesehatan dapat menjamin kesehatan mental seseorang. (Kuliah KlinKesh 1 FPsi UI, 2012) Status Indonesia sebagai negara yang memiliki keterbatasan sumberdaya juga mendorong Indonesia untuk mengembangkan pendekatan berbasis komunitas dalam menyelesaikan masalah kesehatan mental. Pendekatan ini memanfaatkan tenaga-tenaga yang memiliki pengetahuan dan penguasaan di bidang gangguan kesehatan mental untuk memberdayakan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan mental pada komunitas mereka. Melihat pendekatan ini, saya jadi berpikir. Berarti tugas mahasiswa dan lulusan psikologi di Indonesia saat ini sebenarnya cukup berat dalam menyadarkan masyarakat soal isu ini. Berat, karena kesadaran masyarakat kita dalam hal ini masih dinilai sangat rendah. Belum lagi munculnya stigma dan diskriminasi terhadap orang-orang yang mengalami gangguan mental. Suka atau tidak suka, mereka dengan gangguan psikologis ada di sekitar kita dan membutuhkan bantuan kita, bukan hinaan dan diskriminasi.

Saat ini mungkin tidak ada yang bisa saya lakukan secara nyata dalam menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya isu ini. Namun, seperti yang telah disebutkan pada judul artikel ini, setidaknya saya bisa memberikan pemahaman lewat tulisan mengenai fakta-fakta dalam perilaku abnormal dan gangguan mental yang mungkin belum banyak kita ketahui, tetapi sangat penting untuk memberikan pemahaman terhadap kita. Pemahaman ini diperlukan agar mitos-mitos dan pemahaman keliru mengenai gangguan psikologis dapat lebih kita kritisi lagi. Tidak jarang, mitos-mitos dan pemahaman keliru itulah yang justru menghambat penanganan gangguan mental dari orang-orang yang memerlukannya. Apa saja fakta-fakta tersebut?

1.       Skizofrenia & Gangguan Psikotik Lain
Dalam Kring dkk. (2012), schizophrenia merupakan gangguan psikotik yang ditandai dengan tiga gejala, yaitu simptom positif (melihat dan mendengar apa yang tidak dilihat dan didengar orang, dan memiliki waham atau kepercayaan yang keliru), simptom negatif (ekspresi wajah yang tidak seharusnya, kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari, dan frekuensi bicara yang berkurang), dan simptom tak terorganisir (pembicaraan dan penggunaan bahasa yang tidak bisa dimengerti banyak orang, perilaku tak terorganisir, dan gerakan-gerakan yang tidak bermakna).

Mitos : Orang-orang dengan schizophrenia berbahaya. Jika dibiarkan, Mereka akan menyakiti kita dan mengganggu kehidupan kita sehari-hari.

Fakta : Tidak seperti yang dipercaya banyak orang, kebanyakan orang-orang yang mengalami schizophrenia sama sekali tidak berbahaya. Kebanyakan dari mereka tidak akan menyakiti kita, dan bahkan jika diberikan kesempatan dan penanganan, banyak dari mereka yang bisa berfungsi dalam pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Bahkan, dibandingkan menjadi pelaku kekerasan, orang-orang schizophrenia lebih sering menjadi korban kekerasan dari lingkungan sekitar mereka. Tidak hanya itu, angka bunuh diri dari orang-orang schizophrenia juga sangatlah tinggi.

Mitos : Jika orangtuanya schizophrenia, pasti anaknya juga
             schizophrenia.

Fakta: Tidak. Schizophrenia memang memiliki faktor genetis, namun apakah anak itu mengalami schizophrenia atau tidak sama sekali tidak tergantung hanya pada genetika dan faktor neurobiologisnya saja. Lingkungan anak yang membuat anak tidak stress juga berperan sangat penting dalam menentukan apakah anak itu akan mengembangkan schizophrenia atau tidak.

2.       Gangguan Cemas
Dalam DSM-IV-TR, yaitu manual untuk psikiater dan psikolog dalam mendiagnosis jenis gangguan, gangguan cemas terdiri atas gangguan fobia (fobia spesifik), fobia sosial, gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress akut, dan gangguan stress pascatrauma. Semua gangguan diatas melibatkan kecemasan dan rasa takut yang intens.

Mitos: Orang dengan fobia sangat jarang ditemui. Kebanyakan, orang-orang yang mengaku fobia cuma asal bicara.

Fakta: Sebenarnya, dalam kuliah psikologi abnormal kemarin, dinyatakan bahwa gangguan cemas, terutama fobia spesifik merupakan gangguan yang sangat umum terjadi. Masalahnya, hanya sedikit orang-orang yang merasa bahwa mereka memerlukan penanganan khusus dari ahli. Seandainya mereka memang memerlukan penanganan khusus, kebanyakan jika mereka sudah terlampau parah atau mengganggu kehidupan sehari-hari mereka. Jadi, fobia sebenarnya tidak se-jarang itu ditemui.

Mitos: Tidak apa-apa jika menakut-nakuti orang fobia untuk bercanda.

Fakta: Sebaiknya jangan, karena sangat berbahaya. Kita tidak pernah tahu apa yang akan dialami seseorang yang dihadapkan pada sumber rasa takut itu. Bisa-bisa, karena kalian coba-coba menakut-nakuti orang fobia, orang itu pingsan atau mengalami trauma. Atau coba bayangkan saja jika kalian sangat takut terhadap hal-hal tertentu. Saat kalian menemui hal yang kalian takuti itu, apakah perasaan itu menyenangkan? Apakah kalian  mau dihadapkan pada hal itu? Orang-orang fobia merasakan perasaan yang tidak menyenangkan itu dengan lebih intens dan kuat.

3.  Gangguan Afektif (Mood) & Bunuh Diri
Gangguan afektif ditandai dengan gangguan pada emosi dan perasaan atau mood. Emosi seperti kesedihan yang ekstrim dan mudah tersinggung sampai pada perasaan depresi dan ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan. Gangguan ini terdiri atas gangguan depresif dan gangguan bipolar (sebelumnya dinamakan gangguan manik-depresif) serta subtipe-subtipenya. Tidak jarang, gangguan ini seringkali dikaitkan dengan peristiwa bunuh diri meski banyak orang yang bunuh diri tanpa mengalami gangguan ini.

Mitos: Orang jarang berpikir mengenai bunuh diri. Hanya orang-orang yang mengalami gangguan mental saja yang sering berpikir tentang bunuh diri.

Fakta: Nyatanya, berpikir mengenai bunuh diri sangat umum terjadi bahkan pada berbagai usia kehidupan. Meskipun bunuh diri lebih sering terjadi pada pria dan pada orang-orang lansia, bukan berarti remaja dan orang-orang dewasa juga tidak melakukan tindakan ini. Biasanya, orang-orang yang berpikir untuk bunuh diri merasakan bahwa hidup sudah tidak dapat diperjuangkan lagi atau mereka ingin mengisyaratkan keinginan mereka yang tidak dapat terpenuhi kepada orang lain. Jangan anggap remeh isyarat-isyarat atau kata-kata teman, pacar, saudara, keluarga, atau orang-orang lain yang menyatakan keinginan mereka untuk mati.

Mitos: Orang-orang dengan gangguan mood terutama bipolar (manik-depresif) biasanya kreatif. Jadi, supaya kreativitas tidak hilang, lebih baik tidak perlu mengkonsumsi obat-obatan yang mengurangi gejala-gejala perilaku manik mereka.

Fakta: Memang, daftar orang-orang kreatif yang mengalami gangguan mood sama sekali tidak bisa diremehkan. Sebut saja Tchaikovsky, Michelangelo, van Gogh, Hemmingway, Virginia Woolfe, dan masih banyak lagi deretan nama seniman berbakat lainnya yang mengalami gangguan mood. Namun, bukan berarti ini menjadi alasan untuk mengatakan bahwa mereka tidak memerlukan obat-obatan. Studi-studi dari Weisberg (1994) dan Richards dkk. (1988) menunjukkan bahwa mood manik justru mengurangi kualitas pekerjaan dan kualitas produk yang dihasilkan oleh orang-orang bipolar. Jadi, obat-obatan justru membantu dan bukan mengurangi kreativitas.

Asesment Berbasis IT
1.     Identifikasi Peralatan-peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Untuk Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Teknologi Informasi dan Komunikasi merupakan elemen penting dalam kehidupan, Peranan teknologi informasi pada aktivitas manusia pada saat ini memang begitu besar. Teknologi informasi telah menjadi fasilitas bagi kegiatan berbagai sektor kehidupan, dan telah menyentuh layanan bimbingan dan konseling. Teknologi informasi dalam layanan bimbingan dan konseling masuk kepada dukungan system Bimbingan dan Konseling sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu (siswa), dilaksanakan melalui berbagai macam layanan. Dan pada saat zaman semakin berkembang, tidak hanya dapat dilakukan dengan tatap muka secara langsung, tapi juga bisa dengan memanfaatkan media atau teknologi informasi yang ada.

Perkembangan Teknologi Informasi telah berdampak luas dalam berbagai bidang kehidupan. Bidang politik, sosial dan budaya, pendidikan, ekonomi dan bisnis telah mengaplikaskan teknologi informasi dalam memperlancar segala urusan. Pada bidang pendidikan, pemerintah telah gencar mengaplikasikan teknologi ini sebagai sarana mendekatkan program-program pemerintah dengan masyarakat. Munculnya website depdiknas, e-learning dari universitas-universitas dalam maupun luar negeri, informasi beasiswa dan lain-lain yang secara online dapat diakses oleh masyarakat dimanapun berada sangat berperan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Di tingkat sekolah, adanya kurikulum Teknologi informasi sebagai mata pelajaran wajib di sekolah menengah, diikuti oleh pembangunan Laboratorium Komputer untuk praktek, secara langsung akan membekali siswa-siswa sekolah menengah untuk mengenal, mengerti bahkan terampil menggunakan Teknologi Komunikasi dan Informasi. Kompetensi ini akan sangat berdampak pada kemampuan siswa untuk memperkaya sumber-sumber belajar dari internet yang tidak mereka dapatkan dari pelajaran di sekolah. Walaupun sebelum teknologi ini muncul, seorang konselor sekolah sudah dapat menyelenggarakan kegiatan layanan Bimbingan dan Konsellingdi sekolah, tetapi kecenderungan yang terjadi sekarang adalah penguasaan kompetensi ini oleh seorang konselor sekolah merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar. Ketidakmampuan seorang konselor sekolah dalam mengaplikasikan teknologi informasi akan menghambat tugas-tugasnya di masa mendatang.

2.     Penerapan e-Counseling Dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling
E-Counseling merupakan salah satu bentuk nyata aplikasi Teknologi Informasi dalam bidang Psikologi. Internet menawarkan suatu proses psikoterapis yang menggunakan suatu media komunikasi yang baru, dimana melalui media tersebut mereka dapat memberikan intervensi psikoterapi itulah yang disebut dengan E-counseling ataue-mail counseling. E-mail conseling merupakan pelayanan intervensi psikologi yang dilakukan melaui Internet, dimana proses terapi terlebih dahulu dilakukan melaui media ini, untuk kemudian menyususn rencana dalam melakukan intervensi psikologi secara face-to-face akan dilakukan. Fungsi dari e-counseling adalah untuk membantu terapis dalam mengumpulkan sejumlah data yang terkait dengan kliennya sebelum akhirnya terapis dan klien sepakat untuk bertemu secara langsung untuk melakukan proses terapis selanjutnya. Dalam aplikasinya, psikoterapi online menawarkan tantangan etika baru bagi mereka para terapis yang tertarik untuk menggunakan media ini dalam memberikan pelayanan psikologi. Perbedaan antara komunikasi berbasis teks interaktif dan komunikasi verbal in-person menciptakan tantangan etika baru yang sebelumnya tidak di temui dalam terapi face-to-face (secara langsung).

Semua profesi segera membuat suatu sistem-sistem baru yang dapat menopang kehidupan masyarakat untuk menghadapi kedahsyatan serbuan pengaruh globalisasi. Begitupun profesi konselor yang mulai melibatkat Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam melaksanakan proses pelayanan.

Dalam memperbaiki pelayanannya, konselor mulai menggunakan media-media yang mampu menunjang kebutuhan para konseli. Seperti kita ketahui bahwa tidak semua konseli memiliki cukup banyak waktu yang intens untuk melakukan kegiatan atau proses konseli, sehingga pelayanan Bimbingan dan Konseling berbasis teknologi informasi sangat diharapkan mampu memfasilitasi para konselor. Jadi, dengan adanya pelayanan Bimbingan dan Konseling berbasis Teknologi Informasi diharapkan dapat diakses dimanapun, kapanpun, atau setiap saat.

Previous
« Prev Post

2 comments:

  1. Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai Pengembangan Psikologi
    Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai Pengembangan Psikologi yang bisa anda kunjungi di Informasi Seputar Psikologi

    ReplyDelete
  2. Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai Lembaga Pengembangan Psikologi .
    Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai Lembaga Pengembangan Psikologi yang bisa anda kunjungi di Informasi Seputar Lembaga Pengembangan Psikologi

    ReplyDelete