Istilah
teknologi informasi mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita. Teknologi
informasi mencakup perangkat keras dan perangkat lunak untuk melaksanakan satu
atau sejumlah tugas pemrosesan data seperti menangkap, mentransmisikan,
menyimpan, mengambil, memanipulasi, atau menampilkan data (Alter dalam
Mukhlis). Peranan teknologi informasi kini sudah banyak berkembang dan meluas
di dalam setiap aspek kehidupan kita, baik dalam pekerjaan, pendidikan ataupun
dalam kehidupan pribadi kita. Ada beberapa macam bidang psikologi, yaitu
psikologi pendidikan, psikologi klinis, psikologi anak dan remaja, psikologi
industri dan organisasi, psikologi sosial. Kita bahas satu per satu peran
teknologi informasi dalam setiap bidang psikologi :
1. Psikologi
Pendidikan
Dalam
psikologi pendidikan, salah satu pembahasannya mengenai cara memotivasi siswa
dalam belajar. Maka teknologi informasi yang dipakai adalah software-software
pembelajaran, karena melalui software pembelajaran, siswa akan lebih termotivasi
untuk belajar dibandingkan dengan tidak memakai software. Software pembelajaran
ini bisa meliputi software simulasi, drill
and practice, dan sebagainya.
2. Psikologi
Klinis
Dalam
psikologi klinis, teknologi informasi yang berperan adalah alat tes yang sudah
terkomputerisasi. Saat ini alat tes yang sudah terkomputerisasi adalah tes
Rorschach yang dikembangkan oleh Exner. Dengan begitu, akan memudahkan proses
pendiagnosaan.
3. Psikologi
Anak dan Remaja
Dalam
psikologi anak dan remaja, dibahas mengenai bagaimana perkembangan anak dan
remaja. Agar perkembangan anak dan remaja dapat berjalan dengan baik, perlu
diketahui minat mereka, maka digunakanlah analisa sidik jari yang saat ini
sudah banyak ditemukan di masyarakat kita.
4. Psikologi
Industri dan Organisasi
Dalam
psikologi industri dan organisasi, dibahas mengenai potensi, masalah-masalah
sumber daya manusia dalam perusahaan. Terkadang, para psikolog menyebarkan
kuesioner untuk mengetahui masalah – masalah dan faktor yang mempengaruhi karyawan, maka
digunakanlah software untuk menganalisanya, seperti spss, dan lain-lain.
5. Psikologi
Sosial
Dalam
psikologi sosial, dibahas mengenai perilaku individu atau sekelompok individu
dalam kehidupan sosialnya. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh psikolog
social,biasanya menggunakan angket ataupun kuesioner. Kemudian untuk memudahkan
dalam proses analisa, maka digunakanlah SPSS. SPSS ini merupakan teknologi
informasi yang digunakan oleh bidang psikologi sosial. Demikianlah pembahasan
mengenai peranan teknologi informasi dalam bidang psikologi. Perlu diketahui,
peranan teknologi tidak hanya dalam bidang psikologi, tetapi juga dalam bidang
lain.
Gangguan
Psikologi Terkait
Prince dkk. pada tahun
2007 menyatakan dalam artikel ilmiah mereka bahwa “there’s no health
without mental health” (tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental). Saat
ini, dan diprediksi akan meningkat pada beberapa tahun mendatang,
masalah-masalah gangguan psikologis menyumbangkan 12% global burden of
diseases (beban penyakit dunia). Peningkatan yang akan terjadi
memprediksikan bahwa kasus depresi menjadi beban dunia nomor 2 setelah beban
dunia peringkat 1, yaitu HIV/AIDS. Pada tahun 2001, WHO juga mengumumkan bahwa
kesehatan mental merupakan isu yang sama pentingnya dengan kesehatan fisik
karena biar bagaimanapun, kesehatan mental juga sangat mempengaruhi kesejahteraan individu,
keluarga dan komunitas.
Secara global,
masalah-masalah kesehatan mental saat ini masih merupakan masalah yang belum
banyak dipertimbangkan secara serius. Di Amerika sendiri yang merupakan negara
dengan sistem asuransi yang sudah sangat teratur, kesehatan mental masih bukan
merupakan isu yang dianggap serius. Terbukti dari tidak adanya jaminan-jaminan
yang bisa diberikan (seperti obat-obatan dan pelayanan kesehatan) yang bisa
didapatkan oleh orang-orang dengan gangguan psikologis. Jika kasusnya seperti
itu di negara yang maju, bagaimana dengan negara berkembang seperti Indonesia?
Di
Indonesia, tidak ada kebijakan yang mengatur asuransi-asuransi kesehatan dapat
menjamin kesehatan mental seseorang. (Kuliah KlinKesh 1 FPsi UI, 2012) Status
Indonesia sebagai negara yang memiliki keterbatasan sumberdaya juga mendorong
Indonesia untuk mengembangkan pendekatan berbasis komunitas dalam menyelesaikan
masalah kesehatan mental. Pendekatan ini memanfaatkan tenaga-tenaga yang
memiliki pengetahuan dan penguasaan di bidang gangguan kesehatan mental untuk
memberdayakan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan mental pada
komunitas mereka. Melihat pendekatan ini, saya jadi berpikir. Berarti tugas
mahasiswa dan lulusan psikologi di Indonesia saat ini sebenarnya cukup berat
dalam menyadarkan masyarakat soal isu ini. Berat, karena kesadaran masyarakat
kita dalam hal ini masih dinilai sangat rendah. Belum lagi munculnya stigma dan
diskriminasi terhadap orang-orang yang mengalami gangguan mental. Suka atau
tidak suka, mereka dengan gangguan psikologis ada di sekitar kita dan
membutuhkan bantuan kita, bukan hinaan dan diskriminasi.
Saat
ini mungkin tidak ada yang bisa saya lakukan secara nyata dalam menyadarkan
masyarakat mengenai pentingnya isu ini. Namun, seperti yang telah disebutkan
pada judul artikel ini, setidaknya saya bisa memberikan pemahaman lewat tulisan
mengenai fakta-fakta dalam perilaku abnormal dan gangguan mental yang mungkin
belum banyak kita ketahui, tetapi sangat penting untuk memberikan pemahaman
terhadap kita. Pemahaman ini diperlukan agar mitos-mitos dan pemahaman keliru
mengenai gangguan psikologis dapat lebih kita kritisi lagi. Tidak jarang,
mitos-mitos dan pemahaman keliru itulah yang justru menghambat penanganan
gangguan mental dari orang-orang yang memerlukannya. Apa saja fakta-fakta
tersebut?
1. Skizofrenia & Gangguan
Psikotik Lain
Dalam Kring dkk. (2012),
schizophrenia merupakan gangguan psikotik yang ditandai dengan tiga gejala,
yaitu simptom positif (melihat dan mendengar apa yang tidak dilihat dan
didengar orang, dan memiliki waham atau kepercayaan yang keliru), simptom
negatif (ekspresi wajah yang tidak seharusnya, kehilangan minat pada aktivitas
sehari-hari, dan frekuensi bicara yang berkurang), dan simptom tak terorganisir
(pembicaraan dan penggunaan bahasa yang tidak bisa dimengerti banyak orang,
perilaku tak terorganisir, dan gerakan-gerakan yang tidak bermakna).
Mitos : Orang-orang dengan schizophrenia
berbahaya. Jika dibiarkan, Mereka akan menyakiti kita dan
mengganggu kehidupan kita sehari-hari.
Fakta : Tidak seperti yang dipercaya banyak
orang, kebanyakan orang-orang yang mengalami schizophrenia sama sekali tidak
berbahaya. Kebanyakan dari mereka tidak akan menyakiti kita, dan bahkan jika
diberikan kesempatan dan penanganan, banyak dari mereka yang bisa berfungsi
dalam pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Bahkan, dibandingkan menjadi pelaku
kekerasan, orang-orang schizophrenia lebih sering menjadi korban kekerasan dari
lingkungan sekitar mereka. Tidak hanya itu, angka bunuh diri dari orang-orang
schizophrenia juga sangatlah tinggi.
Mitos : Jika orangtuanya schizophrenia, pasti
anaknya juga
schizophrenia.
Fakta: Tidak. Schizophrenia
memang memiliki faktor genetis, namun apakah anak itu mengalami schizophrenia
atau tidak sama sekali tidak tergantung hanya pada genetika dan faktor
neurobiologisnya saja. Lingkungan anak yang membuat anak tidak stress juga
berperan sangat penting dalam menentukan apakah anak itu akan mengembangkan
schizophrenia atau tidak.
2.
Gangguan Cemas
Dalam DSM-IV-TR, yaitu
manual untuk psikiater dan psikolog dalam mendiagnosis jenis gangguan, gangguan
cemas terdiri atas gangguan fobia (fobia spesifik), fobia sosial, gangguan
panik, gangguan cemas menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress
akut, dan gangguan stress pascatrauma. Semua gangguan diatas melibatkan
kecemasan dan rasa takut yang intens.
Mitos: Orang dengan fobia sangat
jarang ditemui. Kebanyakan, orang-orang yang mengaku fobia cuma asal bicara.
Fakta: Sebenarnya, dalam kuliah
psikologi abnormal kemarin, dinyatakan bahwa gangguan cemas, terutama fobia
spesifik merupakan gangguan yang sangat umum terjadi. Masalahnya, hanya sedikit
orang-orang yang merasa bahwa mereka memerlukan penanganan khusus dari ahli.
Seandainya mereka memang memerlukan penanganan khusus, kebanyakan jika mereka
sudah terlampau parah atau mengganggu kehidupan sehari-hari mereka. Jadi, fobia
sebenarnya tidak se-jarang itu ditemui.
Mitos: Tidak apa-apa jika menakut-nakuti orang fobia untuk
bercanda.
Fakta: Sebaiknya jangan, karena
sangat berbahaya. Kita tidak pernah tahu apa yang akan dialami seseorang yang
dihadapkan pada sumber rasa takut itu. Bisa-bisa, karena kalian coba-coba
menakut-nakuti orang fobia, orang itu pingsan atau mengalami trauma. Atau coba bayangkan saja
jika kalian sangat takut terhadap hal-hal tertentu. Saat kalian menemui hal
yang kalian takuti itu, apakah perasaan itu menyenangkan? Apakah kalian
mau dihadapkan pada hal itu? Orang-orang fobia merasakan perasaan yang tidak
menyenangkan itu dengan lebih intens dan kuat.
3. Gangguan Afektif (Mood) & Bunuh Diri
Gangguan afektif ditandai
dengan gangguan pada emosi dan perasaan atau mood. Emosi seperti kesedihan yang
ekstrim dan mudah tersinggung sampai pada perasaan depresi dan ketidakmampuan
untuk merasakan kesenangan. Gangguan ini terdiri atas gangguan depresif dan
gangguan bipolar (sebelumnya dinamakan gangguan manik-depresif) serta
subtipe-subtipenya. Tidak jarang, gangguan ini seringkali dikaitkan dengan
peristiwa bunuh diri meski banyak orang yang bunuh diri tanpa mengalami
gangguan ini.
Mitos: Orang jarang berpikir
mengenai bunuh diri. Hanya orang-orang yang mengalami gangguan mental saja yang
sering berpikir tentang bunuh diri.
Fakta: Nyatanya, berpikir
mengenai bunuh diri sangat umum terjadi bahkan pada berbagai usia kehidupan.
Meskipun bunuh diri lebih sering terjadi pada pria dan pada orang-orang lansia,
bukan berarti remaja dan orang-orang dewasa juga tidak melakukan tindakan ini.
Biasanya, orang-orang yang berpikir untuk bunuh diri merasakan bahwa hidup
sudah tidak dapat diperjuangkan lagi atau mereka ingin mengisyaratkan keinginan
mereka yang tidak dapat terpenuhi kepada orang lain. Jangan anggap remeh
isyarat-isyarat atau kata-kata teman, pacar, saudara, keluarga, atau
orang-orang lain yang menyatakan keinginan mereka untuk mati.
Mitos: Orang-orang dengan
gangguan mood terutama bipolar (manik-depresif) biasanya kreatif. Jadi, supaya
kreativitas tidak hilang, lebih baik tidak perlu mengkonsumsi obat-obatan yang
mengurangi gejala-gejala perilaku manik mereka.
Fakta: Memang, daftar orang-orang
kreatif yang mengalami gangguan mood sama sekali tidak bisa diremehkan. Sebut
saja Tchaikovsky, Michelangelo, van Gogh, Hemmingway, Virginia Woolfe, dan
masih banyak lagi deretan nama seniman berbakat lainnya yang mengalami gangguan
mood. Namun, bukan berarti ini menjadi alasan untuk mengatakan bahwa mereka
tidak memerlukan obat-obatan. Studi-studi dari Weisberg (1994) dan Richards dkk.
(1988) menunjukkan bahwa mood manik justru mengurangi kualitas pekerjaan dan
kualitas produk yang dihasilkan oleh orang-orang bipolar. Jadi, obat-obatan
justru membantu dan bukan mengurangi kreativitas.
Asesment Berbasis IT
1. Identifikasi Peralatan-peralatan
Teknologi Informasi dan Komunikasi Untuk Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan
Konseling
Teknologi
Informasi dan Komunikasi merupakan elemen penting dalam kehidupan, Peranan
teknologi informasi pada aktivitas manusia pada saat ini memang begitu besar.
Teknologi informasi telah menjadi fasilitas bagi kegiatan berbagai sektor
kehidupan, dan telah menyentuh layanan bimbingan dan konseling. Teknologi
informasi dalam layanan bimbingan dan konseling masuk kepada dukungan system
Bimbingan dan Konseling sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu
(siswa), dilaksanakan melalui berbagai macam layanan. Dan pada saat zaman
semakin berkembang, tidak hanya dapat dilakukan dengan tatap muka secara
langsung, tapi juga bisa dengan memanfaatkan media atau teknologi informasi
yang ada.
Perkembangan
Teknologi Informasi telah berdampak luas dalam berbagai bidang kehidupan.
Bidang politik, sosial dan budaya, pendidikan, ekonomi dan bisnis telah
mengaplikaskan teknologi informasi dalam memperlancar segala urusan. Pada bidang pendidikan, pemerintah
telah gencar mengaplikasikan teknologi ini sebagai sarana mendekatkan
program-program pemerintah dengan masyarakat. Munculnya website depdiknas,
e-learning dari universitas-universitas dalam maupun luar negeri, informasi
beasiswa dan lain-lain yang secara online dapat diakses oleh masyarakat
dimanapun berada sangat berperan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Di tingkat sekolah, adanya kurikulum
Teknologi informasi sebagai mata pelajaran wajib di sekolah menengah, diikuti
oleh pembangunan Laboratorium Komputer untuk praktek, secara langsung akan
membekali siswa-siswa sekolah menengah untuk mengenal, mengerti bahkan terampil
menggunakan Teknologi Komunikasi dan Informasi. Kompetensi ini akan sangat
berdampak pada kemampuan siswa untuk memperkaya sumber-sumber belajar dari
internet yang tidak mereka dapatkan dari pelajaran di sekolah. Walaupun sebelum teknologi ini
muncul, seorang konselor sekolah sudah dapat menyelenggarakan kegiatan layanan
Bimbingan dan Konsellingdi sekolah, tetapi kecenderungan yang terjadi sekarang
adalah penguasaan kompetensi ini oleh seorang konselor sekolah merupakan suatu
keharusan yang tidak dapat ditawar. Ketidakmampuan seorang konselor sekolah
dalam mengaplikasikan teknologi informasi akan menghambat tugas-tugasnya di
masa mendatang.
2. Penerapan e-Counseling Dalam
Pelayanan Bimbingan dan Konseling
E-Counseling
merupakan salah satu bentuk nyata aplikasi Teknologi Informasi dalam bidang
Psikologi. Internet menawarkan suatu proses psikoterapis yang menggunakan suatu
media komunikasi yang baru, dimana melalui media tersebut mereka dapat
memberikan intervensi psikoterapi itulah yang disebut dengan E-counseling
ataue-mail counseling. E-mail conseling merupakan pelayanan intervensi
psikologi yang dilakukan melaui Internet, dimana proses terapi terlebih dahulu
dilakukan melaui media ini, untuk kemudian menyususn rencana dalam melakukan
intervensi psikologi secara face-to-face akan dilakukan. Fungsi dari
e-counseling adalah untuk membantu terapis dalam mengumpulkan sejumlah data
yang terkait dengan kliennya sebelum akhirnya terapis dan klien sepakat untuk
bertemu secara langsung untuk melakukan proses terapis selanjutnya. Dalam
aplikasinya, psikoterapi online menawarkan tantangan etika baru bagi mereka para
terapis yang tertarik untuk menggunakan media ini dalam memberikan pelayanan
psikologi. Perbedaan antara komunikasi berbasis teks interaktif dan komunikasi
verbal in-person menciptakan tantangan etika baru yang sebelumnya tidak di
temui dalam terapi face-to-face (secara langsung).
Semua
profesi segera membuat suatu sistem-sistem baru yang dapat menopang kehidupan
masyarakat untuk menghadapi kedahsyatan serbuan pengaruh globalisasi. Begitupun
profesi konselor yang mulai melibatkat Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam
melaksanakan proses pelayanan.
Dalam
memperbaiki pelayanannya, konselor mulai menggunakan media-media yang mampu
menunjang kebutuhan para konseli. Seperti kita ketahui bahwa tidak semua
konseli memiliki cukup banyak waktu yang intens untuk melakukan kegiatan atau
proses konseli, sehingga pelayanan Bimbingan dan Konseling berbasis teknologi
informasi sangat diharapkan mampu memfasilitasi para konselor. Jadi, dengan
adanya pelayanan Bimbingan dan Konseling berbasis Teknologi Informasi diharapkan
dapat diakses dimanapun, kapanpun, atau setiap saat.
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai Pengembangan Psikologi
ReplyDeleteSaya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai Pengembangan Psikologi yang bisa anda kunjungi di Informasi Seputar Psikologi
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai Lembaga Pengembangan Psikologi .
ReplyDeleteSaya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai Lembaga Pengembangan Psikologi yang bisa anda kunjungi di Informasi Seputar Lembaga Pengembangan Psikologi