Dalam DSM-IV-TR,
parafilia adalah kelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap
objek yang tidak wajar atau aktifitas seksual yang tidak pada umunya. Dengan
kata lain, terdapat deviasi dalam ketertarikan seseorang. Fantasi, dorongan,
atau perilaku harus berlangsung setidaknya selama 6 bulan dan menyebabkan
distress. Seseorang dapat memiliki perilaku, fantasi, dan dorongan seperti yang
dimiliki seorang paraphilia seperti, memamerkan alat kelamin kepada orang asing
yang tidak memiliki kecurigaan apa pun atau berkhayal melakukan hal itu, namun
tidak didiagnosis menderita paraphilia jika fantasia tau perilaku tersebut
tidak berulang atau bila ia tidak mengalami distress karenanya. Contohnya, 50
persen laki-laki menuturkan bahwa mereka memiliki fantasi voyeurikstik untuk
mengintip perempuan yang sedang tanpa busana (Hanson & Harris, 1997).
Dalam mendiagnosisnya, perilaku, atau dorongan harus berlangsung setidaknya selama 6 bulan dan menyebabkan distress atau hendaya signifikan.[butuh rujukan] Parafilia terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya: Fetishisme, Fethisme transvestik, Pedofilia dan Incest, Voyeurisme, Eksibisionisme, Froteurisme, Sadisme Seksual dan Masokisme Seksual.
1.
Fetishisme
Fetishisme mencakup ketergantungan pada
benda-benda mati untuk menimbulkan gairah seksual. Orang yang ngidap
fatishisme, yang hampir seluruhnya laki-laki, memiliki dorongan seksual
berulang dan intens terhadap berbagai benda mati, yang idsebut fetis dan
keberadaan fetis sangat diinginkan atau bahkan merupakan keharusan agar timbul
gairah seksual.
Kriteria
Fetishisme dalam DSM-IV-TR
-
Berulang, intens, dan
terjadi dalam kurun waktu setidaknya enam bulan,. Fantasi, dorongan, atau
perilaku yang menimbulkan gairah seksual berkaitan dengan penggunaan
benda-benda mati.
-
Menyebabkan distress
yang jelas dalam fungsi sosial atau pekerjaan.
-
Benda-benda yang
menimbulkan gairah seksual tidak terbatas pada bagian pakaian perempuan yang
dikenakannya sebagai lawan jenis atau alat-alat yang dirancang untuk
menstimulasi alat kelamin secara fisik, seperti vibrator.
2.
Fatishisme Transvestik
Fatishisme transvestik atau
transvestisme biasanya diawali dengan separuh memakai pakaian lawan jenis di
masa kanak-kanak atau remaja. Para tranvestit adalah heteroseksual, selalu
laki-laki dan secara umum hanya memakai pakaian lawan jenis secara episodic,
bukan secara rutin.
Kriteria
Fatishisme Transvestik menurut DSM-IV-TR
-
Berulang, intens, dan
terjadi dalam kurun waktu setidaknya enam bulan pada lelaki heteroseksual, fantasi, dorongan, atau perilaku yang
menimbulkan gairah seksual berkaitan dengan memakai pakaian lawan jenis.
-
Menyebabkan distress
yang jelas dalam fungsi sosial atau pekerjaan.
-
Dapat berhubungan
dengan disforia gender dalam kadar tertentu (merasa tidak nyaman dengan
indentitas gendernya).
3.
Pedofilia dan Incest
Menurut DSM, pedofil adalah orang dewasa
yang mendapatkan kepuasan seksual melalui kontak fisik dan sering kali seksual
dengan anak-anak prapubertas yang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka.
DSM-IV-TR mensyaratkan para pelakunya minimal berusia 16 tahun dan minimal 5
tahun lebih tua dari si anak. Namun, penelitian tampaknya tidak mendukung
pernyataan DSM bahwa semua pedofil lebih menyukai anak-anak pascapubertas
sebagai korbannya, yang secara hokum
belum cukup umur untuk diperbolehkan melakukan hubungan seks dengan orang
dewasa (Marshall, 1997).
Pedofilia lebih banyak diidap oleh
laki-laki daripada perempuan. Gangguan ini lebih sering kalo komorbid dengan
gangguan mood dan anxietas, penyalahgunaan zat, dan tipe paraphilia lainnya
(Raymond dkk, 1999). Incest
adalah hubungan seksual antar kerabat dekat yang dilarang untuk menikah. Hal
ini paling sering terjadi antara saudara kandung laki-laki dan perempuan.
Bentuk paling umum berikutnya yang dianggap lebih patologis, antara ayah dengan
anak perempuannya.
Incest dicantumkan dalam DSM-IV-TR
sebagai subtype pedofilia. Terdapat dua perbedaan utama antara incest dan
pedofilia. Pertama, incest sendiri berdasarkan definisinya dilakukan
antaranggota keluarga. Kedua, korban incest cenderung lebih tua dari korban
pedofil. Lebih sering kasusnya adalah si ayah mulai tertarik kepada anak
perempuannya ketika si anak mulai mengalami kematangan fisik, sedangkan pedofil
biasanya tertarik pada anak-anak jelas kerana anak tersebut belum mencapai
kematangan seksual.
4.
Voyeurisme
Voyeurisme adalah kondisi dimana seseorang
memiliki preferensi tinggi untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan melihat
orang lain yang sedang tanpa busana atau sedang melakukan hubungan seksual.
Pada beberapa laki-laki, vayuerisme adalah satu-satunya aktifitas seksual yang
mereka lakukan pada laki-laki lain, lebih diminati namun tidak mutlak
diperlukan untuk menimbulkan gairah seksual (Kaplan & Kreuger, 1997).
Orgasme seorang voyeur dicapai dengan melakukan mastrubasi, baik sambil tetap
mengintip atau setelahnya, sambil mengingat apa yang dilihatnya. Kadang seorang
voyeur berfantasi melakukan hubungan seksual dengan orang yang diintipnya,
namuan hal itu tetap menjadi fantasi, dalam voyeurism, jarang terjadi kontak
antara orang yang diintip dan yang mengintip.
Kriteria
Voyuerime dalam DSM-IV-TR
-
Berulang, intens, dan
terjadi dalam kurun waktu setidaknya enam bulan,. Fantasi, dorongan, atau
perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan tindakan
mengintip orang lain yang sedang tanpa busana atau sedang melakukan hubungan
seksual tanpa diketahui yang bersangkutan.
-
Orang yang bersangkutan
bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau dorongan dan fantasi menyebabkan
orang tersebut snagat menderita atau mengalami masalah interpersonal.
5.
Eksibisionisme
Eksibisionisme adalah preferensi tinggi
dan berulang untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan memamerkan alat kelamin
kepada orang yang tidak dikenal yang tidak menginginkannya, kadang kepada
seorang anak. Gangguan ini umumnya berawal di masa remaja (Murphy, 1997).
Gairah seksual terjadi dengan berfantasi memamerkan alat kelaminnya atau
benar-benar melakukannya, dan eksibionisn melakukan masturbasi ketika
berfantasi atau ketika benar-benar memamerkannya.
Kriteria
Eksibisionisme dalam DSM-IV-TR
-
Berulang, intens, dan
terjadi dalam kurun waktu setidaknya enam bulan,. Fantasi, dorongan, atau
perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan memamerkan alat
kelamin kepada orang yang tidak dikenal yang tidak menduganya.
-
Orang yang bersangkutan
bertindak berdasarkan dorongan tersebut atau dorongan dan fantasi tersebut
menyebabkan orang tersebut mengalami distress atau mengalami masalah
interpersonal.
6.
Frotteurisme
Frotteurisme adalah gangguan yang
berkaitan dengan melakukan sentuhan yang berorientasi seksual pada bagian tubuh
seseorang yang tidak menaruh curiga akan terjadinya hal itu. frotuer bisa
menggosokkan penisnya ke paha atau pantat seorang perempuan atau menyentuh
payudara atau alat kelaminnya. Tindakan ini umunya dilakukan di tempat umum,
seperti di dalam bis yang penuh penumpang atau trotoar yang penuh pejalan kaki,
yang memudahkan pelaku untuk melarikan diri. Frotteurisme belum pernah diteliti
secara sangat ekstentif. Gangguan ini tampaknya berawal di masa remaja dan
umunya diidap bersama dengan tipe paraphilia lainnyam (Krueger & Kaplan,
1997).
Kriteria
Frotteurisme dalam DSM-IV-TR
-
Berulang, intens, dan
terjadi dalam kurun waktu setidaknya enam bulan,. Fantasi, dorongan, atau
perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan menyentuh atau
menggosokkan bagian tubuhnya pada orang yang tidak menghendakinya.
-
Orang yang bersangkutan
bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau dorongan dan fantasi tersebut
menyebabkannya distress atau mengalami masalah interpersonal.
7.
Sadisme Seksual dan Masokisme Seksual
Preferensi kuat untuk mendapatkan atau
meningkatkan kepuasan seksual dengan menimbulkan rasa sakit atau penderitaan
psikologis pada orang lain merupakan karakteristik utama sadism seksual.
Preferensi kuat untuk mendapatkan ataui meningkatkan kepuasan seksual dengan
menjadikan diri sendiri sebagai subjek rasa sakit atau kondisi dipermalukan
merupakan karakteristik utama masokisme seksual.
Kedua gangguan ini terjadi dalam
hubungan heteroseksual dan homoseksual. Beberapa para sadistic dan masokis
adalah perempuan. Gangguan ini tampaknya berawal di masa dewasa awal dan
sebagian besar sadistis dan masokis relative cukup nyaman dengan
praktik-praktik seksual mereka yang tidak wajar (Spengler, 1977).
Mayoritas sadistis menjalin hubungan
dengan masokis untuk memperoleh kepuasan seksual timbal balik. Sadistis dapat
memperoleh kenikmatan orgasmic sempurna dengan menimbulkan rasa sakit pada
pasangannya, dan masokis dapat terpuaskan sepenuhnya dengan membiarkan dirinya
disakiti. Bagi pasangan lain praktik-praktik sadistic dan masokistik seperti
memukul pantat, merupakan pembuka atau aspek dari hubungan seksual.
No comments:
Post a Comment