Wednesday, October 5, 2016

PSIKOLOGI ABNORMAL : PARAFILIA

Posted by Unknown on Wednesday, October 5, 2016



Dalam DSM-IV-TR, parafilia adalah kelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktifitas seksual yang tidak pada umunya. Dengan kata lain, terdapat deviasi dalam ketertarikan seseorang. Fantasi, dorongan, atau perilaku harus berlangsung setidaknya selama 6 bulan dan menyebabkan distress. Seseorang dapat memiliki perilaku, fantasi, dan dorongan seperti yang dimiliki seorang paraphilia seperti, memamerkan alat kelamin kepada orang asing yang tidak memiliki kecurigaan apa pun atau berkhayal melakukan hal itu, namun tidak didiagnosis menderita paraphilia jika fantasia tau perilaku tersebut tidak berulang atau bila ia tidak mengalami distress karenanya. Contohnya, 50 persen laki-laki menuturkan bahwa mereka memiliki fantasi voyeurikstik untuk mengintip perempuan yang sedang tanpa busana (Hanson & Harris, 1997).

 Dalam mendiagnosisnya, perilaku, atau dorongan harus berlangsung setidaknya selama 6 bulan dan menyebabkan distress atau hendaya signifikan.[butuh rujukan] Parafilia terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya: Fetishisme, Fethisme transvestik, Pedofilia dan Incest, Voyeurisme, Eksibisionisme, Froteurisme, Sadisme Seksual dan Masokisme Seksual.

1. Fetishisme

Fetishisme mencakup ketergantungan pada benda-benda mati untuk menimbulkan gairah seksual. Orang yang ngidap fatishisme, yang hampir seluruhnya laki-laki, memiliki dorongan seksual berulang dan intens terhadap berbagai benda mati, yang idsebut fetis dan keberadaan fetis sangat diinginkan atau bahkan merupakan keharusan agar timbul gairah seksual.
Kriteria Fetishisme dalam DSM-IV-TR

-          Berulang, intens, dan terjadi dalam kurun waktu setidaknya enam bulan,. Fantasi, dorongan, atau perilaku yang menimbulkan gairah seksual berkaitan dengan penggunaan benda-benda mati.
-          Menyebabkan distress yang jelas dalam fungsi sosial atau pekerjaan.
-          Benda-benda yang menimbulkan gairah seksual tidak terbatas pada bagian pakaian perempuan yang dikenakannya sebagai lawan jenis atau alat-alat yang dirancang untuk menstimulasi alat kelamin secara fisik, seperti vibrator.

2. Fatishisme Transvestik

Fatishisme transvestik atau transvestisme biasanya diawali dengan separuh memakai pakaian lawan jenis di masa kanak-kanak atau remaja. Para tranvestit adalah heteroseksual, selalu laki-laki dan secara umum hanya memakai pakaian lawan jenis secara episodic, bukan secara rutin.

Kriteria Fatishisme Transvestik menurut DSM-IV-TR
-          Berulang, intens, dan terjadi dalam kurun waktu setidaknya enam bulan pada lelaki heteroseksual,  fantasi, dorongan, atau perilaku yang menimbulkan gairah seksual berkaitan dengan memakai pakaian lawan jenis.
-          Menyebabkan distress yang jelas dalam fungsi sosial atau pekerjaan.

-          Dapat berhubungan dengan disforia gender dalam kadar tertentu (merasa tidak nyaman dengan indentitas gendernya).

3. Pedofilia dan Incest

Menurut DSM, pedofil adalah orang dewasa yang mendapatkan kepuasan seksual melalui kontak fisik dan sering kali seksual dengan anak-anak prapubertas yang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka. DSM-IV-TR mensyaratkan para pelakunya minimal berusia 16 tahun dan minimal 5 tahun lebih tua dari si anak. Namun, penelitian tampaknya tidak mendukung pernyataan DSM bahwa semua pedofil lebih menyukai anak-anak pascapubertas sebagai korbannya, yang secara  hokum belum cukup umur untuk diperbolehkan melakukan hubungan seks dengan orang dewasa (Marshall, 1997).

Pedofilia lebih banyak diidap oleh laki-laki daripada perempuan. Gangguan ini lebih sering kalo komorbid dengan gangguan mood dan anxietas, penyalahgunaan zat, dan tipe paraphilia lainnya (Raymond dkk, 1999). Incest adalah hubungan seksual antar kerabat dekat yang dilarang untuk menikah. Hal ini paling sering terjadi antara saudara kandung laki-laki dan perempuan. Bentuk paling umum berikutnya yang dianggap lebih patologis, antara ayah dengan anak perempuannya.

Incest dicantumkan dalam DSM-IV-TR sebagai subtype pedofilia. Terdapat dua perbedaan utama antara incest dan pedofilia. Pertama, incest sendiri berdasarkan definisinya dilakukan antaranggota keluarga. Kedua, korban incest cenderung lebih tua dari korban pedofil. Lebih sering kasusnya adalah si ayah mulai tertarik kepada anak perempuannya ketika si anak mulai mengalami kematangan fisik, sedangkan pedofil biasanya tertarik pada anak-anak jelas kerana anak tersebut belum mencapai kematangan seksual.

4. Voyeurisme

Voyeurisme adalah kondisi dimana seseorang memiliki preferensi tinggi untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan melihat orang lain yang sedang tanpa busana atau sedang melakukan hubungan seksual. Pada beberapa laki-laki, vayuerisme adalah satu-satunya aktifitas seksual yang mereka lakukan pada laki-laki lain, lebih diminati namun tidak mutlak diperlukan untuk menimbulkan gairah seksual (Kaplan & Kreuger, 1997). Orgasme seorang voyeur dicapai dengan melakukan mastrubasi, baik sambil tetap mengintip atau setelahnya, sambil mengingat apa yang dilihatnya. Kadang seorang voyeur berfantasi melakukan hubungan seksual dengan orang yang diintipnya, namuan hal itu tetap menjadi fantasi, dalam voyeurism, jarang terjadi kontak antara orang yang diintip dan yang mengintip.

Kriteria Voyuerime dalam DSM-IV-TR
-          Berulang, intens, dan terjadi dalam kurun waktu setidaknya enam bulan,. Fantasi, dorongan, atau perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan tindakan mengintip orang lain yang sedang tanpa busana atau sedang melakukan hubungan seksual tanpa diketahui yang bersangkutan.
-          Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau dorongan dan fantasi menyebabkan orang tersebut snagat menderita atau mengalami masalah interpersonal.

5. Eksibisionisme

Eksibisionisme adalah preferensi tinggi dan berulang untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan memamerkan alat kelamin kepada orang yang tidak dikenal yang tidak menginginkannya, kadang kepada seorang anak. Gangguan ini umumnya berawal di masa remaja (Murphy, 1997). Gairah seksual terjadi dengan berfantasi memamerkan alat kelaminnya atau benar-benar melakukannya, dan eksibionisn melakukan masturbasi ketika berfantasi atau ketika benar-benar memamerkannya.

Kriteria Eksibisionisme dalam DSM-IV-TR
-          Berulang, intens, dan terjadi dalam kurun waktu setidaknya enam bulan,. Fantasi, dorongan, atau perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan memamerkan alat kelamin kepada orang yang tidak dikenal yang tidak menduganya.
-          Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut atau dorongan dan fantasi tersebut menyebabkan orang tersebut mengalami distress atau mengalami masalah interpersonal.

6. Frotteurisme

Frotteurisme adalah gangguan yang berkaitan dengan melakukan sentuhan yang berorientasi seksual pada bagian tubuh seseorang yang tidak menaruh curiga akan terjadinya hal itu. frotuer bisa menggosokkan penisnya ke paha atau pantat seorang perempuan atau menyentuh payudara atau alat kelaminnya. Tindakan ini umunya dilakukan di tempat umum, seperti di dalam bis yang penuh penumpang atau trotoar yang penuh pejalan kaki, yang memudahkan pelaku untuk melarikan diri. Frotteurisme belum pernah diteliti secara sangat ekstentif. Gangguan ini tampaknya berawal di masa remaja dan umunya diidap bersama dengan tipe paraphilia lainnyam (Krueger & Kaplan, 1997).

Kriteria Frotteurisme dalam DSM-IV-TR
-          Berulang, intens, dan terjadi dalam kurun waktu setidaknya enam bulan,. Fantasi, dorongan, atau perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan menyentuh atau menggosokkan bagian tubuhnya pada orang yang tidak menghendakinya.
-          Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau dorongan dan fantasi tersebut menyebabkannya distress atau mengalami masalah interpersonal.

7. Sadisme Seksual dan Masokisme Seksual

Preferensi kuat untuk mendapatkan atau meningkatkan kepuasan seksual dengan menimbulkan rasa sakit atau penderitaan psikologis pada orang lain merupakan karakteristik utama sadism seksual. Preferensi kuat untuk mendapatkan ataui meningkatkan kepuasan seksual dengan menjadikan diri sendiri sebagai subjek rasa sakit atau kondisi dipermalukan merupakan karakteristik utama masokisme seksual.

Kedua gangguan ini terjadi dalam hubungan heteroseksual dan homoseksual. Beberapa para sadistic dan masokis adalah perempuan. Gangguan ini tampaknya berawal di masa dewasa awal dan sebagian besar sadistis dan masokis relative cukup nyaman dengan praktik-praktik seksual mereka yang tidak wajar (Spengler, 1977).


Mayoritas sadistis menjalin hubungan dengan masokis untuk memperoleh kepuasan seksual timbal balik. Sadistis dapat memperoleh kenikmatan orgasmic sempurna dengan menimbulkan rasa sakit pada pasangannya, dan masokis dapat terpuaskan sepenuhnya dengan membiarkan dirinya disakiti. Bagi pasangan lain praktik-praktik sadistic dan masokistik seperti memukul pantat, merupakan pembuka atau aspek dari hubungan seksual.

Previous
« Prev Post

No comments:

Post a Comment