Monday, June 5, 2017

KETERAMPILAN SOSIAL DALAM MENUMBUHKAN RASA EMPATI PADA ANAK USIA DINI

Posted by ED-ONE on Monday, June 5, 2017


Keterampilan sosial merupakan ketrampilan yang dimiliki seseorang untuk dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. keterampilan sosial adalah bagian yang penting dari kemampuan hidup manusia. Tanpa memiliki keterampilan sosial manusia tidak dapat berinteraksi dengan orang lain yang ada dilingkungannya karena keterampilan sosial dibutuhkan dalam hidup masyarakat.

Salah satu bentuk dalam keterampilan sosial adalah menumbuhkan rasa empati yang khususnya ditanamkan pada anak usia dini. Anak harus memiliki keterampilan untuk mengerti dan merasakan emosi orang lain serta mampu untuk merasakan dan membayangkan dirinya berada di posisi orang tersebut. Keterampilan sosial ini diperlukan dalam melakukan hubungan sosial untuk menumbuhkan rasa saling menghargai, menghindari dari kesalahpahaman, juga melatih kepedulian dan kepekaan sosial anak.

Empati adalah kemampuan dengan berbagai definisi yang berbeda yang mencakup spektrum yang luas, berkisar pada orang lain yang menciptakan keinginan untuk menolong, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, mengaburkan garis antara diri dan orang lain. Empati sering juga disebut dengan kepedulian. Yakni kesanggupan untuk peka terhadap kebutuhan orang lain, kesanggupan untuk turut merasakan perasaan orang lain serta menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Untuk dapat bersikap peka dan peduli dibutuhkan tingkat kematangan kepribadian tertentu. Para pakar ilmu komunikasi dan pendidikan menilai bahwa kepedulian atau empati merupakan kata kunci dalam tahap akhir kecerdasan emosional. Sebabnya antara lain, karena untuk berempati kita harus mampu mengobservasi dan melibatkan banyak panca indera.

Perkembangan empati anak perlu mendapatkan stimulasi sesuai perkembangannya. Contohnya saja bayi baru lahir merespon tangis bayi lain dengan menangis sendiri. Tangis yang ditampilkan merupakan respon empati dasar untuk perkembangan empati mereka lebih lanjut. Empati ini disebut Empati global (hoffiman, dalam Oatley and Jennkins, 1996)

Dengan empati, anak akan mengerti bahwa tidak semua keinginannya melalui orang lain dapat terpenuhi. Dengan empati anak akan mampu membina hubungan dan diterima oleh orang lain. anak dapat diajarkan untuk berempati kepada orang lain sejak dini. Usia balita merupakan usia yang paling tepat menanamkan sikap empati. Justru empati ini harus dilatih sejak kanak-kanak. Hal ini akan memicu anak untuk memiliki pengertian terhadap perasaan orang lain.

Pada dasarnya setiap anak sudah memiliki kepekaan (empati) masing-masing pada dirinya, hanya hal tersebut tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua mengasahnya. Dengan demikian, terbentuk karakter yang baik. Oleh karena itu, orangtua ataupun guru sangat dianjurkan untuk menanamkan sifat empati kepada anak. Bibit empati sebenarnya sudah terlihat sejak si bayi lahir. Orangtua mungkin pernah melihat dua orang bayi di dalam satu ruangan. Ketika salah satunya mulai menangis, bayi yang lain seolah-olah terdorong untuk bereaksi sama. Ini menunjukkan empati, meski masih dalam bentuk yang paling dasar. Mereka mampu berbagi emosi dengan orang lain. Saat menjelang usia satu tahun bentuk empati itu semakin nyata.

Secara naluriah anak sudah mengembangkan empati sejak ia masih bayi. Awalnya empati yang dimiliki sangat sederhana, yakni empati emosi. Misalnya, pada usia 0-1 tahun, bayi bisa menangis hanya karena mendengar bayi lain menangis. Barulah di usia 1- 2 tahun, anak menyadari kalau kesusahan temannya bukanlah kesusahan yang mesti ditanggung sendiri.

Upaya dalam pengembangan empati anak usia dini juga dapat dilakukan di sekolah. Berbagai upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengembangkan empati di sekolah Khusus nya d taman kanak-kanak diantaranya dengan bercerita, bernyanyi, bersajak, dan berkarya wisata, tetapi disesuaikan dengan tema yang terdapat dalam kurikulum pembelajaran sebagai panduan guru menyampaikan pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Sehingga pengembangan empati untuk anak usia Taman Kanak-kanak berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan selanjutnya upaya-upaya lain dapat dipergunakan untuk meningkatkan motivasi pengembangan empati untuk anak usia Taman Kanak-kanak.

Adapun usaha yang dapat di lakukan sekolah untuk pengembangan empati anak seperti, menciptakan suasana emosional yang kondusif di sekolah seperti suasana menghargai, menerima, menyayangi, memperlakukan anak dengan kasihdan membantu atau menghibur anak ketika mereka mengalami kesulitan dengan kasih, suasana kondusif yang tercipta di sekolah kan menimbulkan perasaan di terima, di hargai, di cintai, di sayangi dan pada akhirnya akan mendorong anak untuk menyayangi , mencintai dan menghargai orang lain.

Sekolah mengembangkan kegiatan bermain peran untuk anak tentang tingkah laku sosial seperti bermain peran untuk anak tentang tingkah laku sosial seperti bermain peran sebagai dokter, perawat dan pekerja sosial. Bermain peran merupakan salah satu cara untuk mengembangkan empati anak dan mendorong anak untuk mengkopi perasaan emosional orang lain dengan kuat, melalui peran yang di mainkan anak mereka dapat belajar menghargai dan menyayangi orang lain.

Setiap orang tua mendambakan anak yang saleh, dengan iman yang teguh, taat beribadah, berakhlak terpuji, mempunyai kepekaan sosial yang cukup tinggi, bijaksana,  sopan  dalam  bergaul  dan  santun  dalam  berbicara.  Dan  masyarakat mendambakan  orang-orang  yang  terdidik  yang  mampu  membawa  anggota masyarakat  kepada  kehidupan  yang  maju,  aman,  dan  tenteram.  Demikian  pula, setiap  guru  senantiasa  berusaha  mengajarkan  ketrampilan  hidup,  budi  pekerti, kebudayaan  dan  nilai-nilai  peradaban  suatu  bangsa,  serta  menginginkan  agar anak-didiknya  berhasil  dalam  belajarnya,  dan  mampu  menguasai  ilmu pengetahuan yang diajarkan.

Untuk  membentuk  atau  pun  mendidik  anak-anak  yang  mempunyai kepribadian yang baik, bukan persoalan yang mudah bagi guru. Membentuk dan mendidik  pribadi  anak  yang  di  dalamnya  mengkristal  sebuah  nilai-nilai  moral yang  baik,  butuh  proses  yang  benar  dan  panjang,  tidak  semudah  membalikkan telapak  tangan.  Disini  dibutuhkan  kesabaran,  keikhlasan,  wawasan,  dan pengetahuan yang luas serta pendekatan yang benar dari seorang guru.

Sebagaimana  telah  diungkapkan  di  atas,  bahwa  inti  persoalan  moral seorang  anak  sebenarnya  berkaitan  erat  dengan  empati  anak.  Anak  yang mempunyai  kecakapan  empati  merupakan  “pemain  tim”  yang  bagus,  pasangan hidup  yang  dapat  diandalkan,  sahabat  atau  rekanan  usaha  yang  setia,  di  dunia bisnis  mereka  sukses  sebagai  tenaga  penjual/manager  atau  menjadi  guru  yang hebat.  Dia  dalam  bergaul  dan  berhubungan  dengan  siapa  pun  akan  mudah diterima,  karena  lebih  mampu  menyesuaikan  jalan  pikiran  dan  perasaan  orang lain.  Anak-anak  yang  berempati  dengan  baik,  tak  akan  tega  menyakiti  perasaan orang lain, bahkan  dia akan merasa ikut sedih jika temannya sedang mendapatkan suatu musibah.

Tingginya kepekaan empati akan berpengaruh pada kecakapan sosialnya. Dimana  semakin  tinggi  kecakapan  sosialnya,  maka  dia  akan  lebih  mampu membentuk  hubungan,  untuk  menggerakkan  dan  mengilhami   orang  lain, membina kedekatan hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi, membuat orangorang lain merasa nyaman. Dengan demikian orang yang memiliki empati cukup tinggi akan mempunyai etika moral yang cukup tinggi pula dalam masyarakat.

Meskipun di sekolah anak diajarkan untuk berempati, namun peran orang tua lah yang paling besar dalam menanamkan perasaan empati pada anak. Karena orangtua adalah tempat pertama anak mempelajari segalanya, karena itu saat orangtua bersikap kasar atau tidak memikirkan perasaan orang lain, anak cenderung akan menirunya.Oleh sebab itu, demi menanamkan sikap baik pada anak, orangtuapun harus memberi teladan yang baik. Tunjukkan sikap peduli pada orang lain, atau bahkan mendiskusikan kepedulian tersebut bersama anak, agar dia bisa terlibat aktif, tidak hanya menjadi pengamat pasif dari perilaku orang tua Contohnya, saat ada teman yang sakit, orangtua bisa mengajak anak untuk menengoknya. Dan juga mendiskusikan bagaimana rasanya jika dia sakit dan tidak ada yang menengok. Dengan begini, anak akan secara sadar mulai peduli pada orang lain, karena ia akan menempatkan dirinya pada posisi mereka.


Sebagai orangtua, harus selalu mengatakan apa yang baik dan tidak baik pada anak. Namun terkadang orang tua seringkali lupa, bahwa anak juga melihat tingkah laku orang tua sebagai tolak ukur apa yang baik dan tidak baik. Bila para orang tua mengajarkan anak untuk menimbang setiap perkataannya agar tak menyinggung orang lain, tentu sebagai orangtua juga harus memberi contoh tersebut. Sehingga anak tidak menjadi bingung saat melihat orangtuanya tak menerapkan sikap yang diajarkan padanya. Contoh paling sederhana, bila orang tua mengajarkan untuk peduli pada orang yang kurang beruntung, namun menolak memberi bantuan pada orang kesusahan di jalan. Anak akan mendapatkan kesan bahwa orangtuanya tidak menepati kata-kata mereka sendiri. Hal ini juga berlaku di rumah. Bila orang tua mengajarkan anak untuk memaafkan, namun ibunya malah mendiamkan sang ayah karena tidak menepati janji, tentu anak akan menganggap bahwa orangtuanya tidak bisa memberi contoh atas perkataan mereka sendiri. Hal ini bisa menjadi bumerang bagi orangtua, karena itu usahakan agar selalu konsisten antara ucapan dan perbuatan di depan anak.



SUMBER:


Anonim. (2010). Bagaimana Mengembangkan Empati Anak. http://belajarpsikologi.com/bagaimana-mengembangkan-empati-anak/

Anonim. (-). Menanamkan empati pada anak sejak dini. https://id.theasianparent.com/menanamkan-empati-pada-anak-sejak-dini/

Coles, R. (2000) Menumbuhkan Kecerdasan Moral Pada Anak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Dewajani, S. (2015). Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak: Siapa Yang Harus Bertanggung Jawab? http://www.springupconsultant.com/beta2/index.php/kumpulan-artikel/artikel-ind/item/62-artikel-individu-pendidikan

Muhtadi, A. (-). Pengembangan Empati Anak Sebagai Dasar Pendidikan Moral. 

Previous
« Prev Post

No comments:

Post a Comment