Keterampilan sosial merupakan
ketrampilan yang dimiliki seseorang untuk dapat berinteraksi dan berkomunikasi
dengan orang lain. keterampilan sosial adalah bagian yang penting dari kemampuan
hidup manusia. Tanpa memiliki keterampilan sosial manusia tidak dapat
berinteraksi dengan orang lain yang ada dilingkungannya karena keterampilan
sosial dibutuhkan dalam hidup masyarakat.
Salah satu bentuk dalam
keterampilan sosial adalah menumbuhkan rasa empati yang khususnya ditanamkan
pada anak usia dini. Anak harus memiliki keterampilan untuk mengerti dan
merasakan emosi orang lain serta mampu untuk merasakan dan membayangkan dirinya
berada di posisi orang tersebut. Keterampilan sosial ini diperlukan dalam
melakukan hubungan sosial untuk menumbuhkan rasa saling menghargai, menghindari
dari kesalahpahaman, juga melatih kepedulian dan kepekaan sosial anak.
Empati adalah kemampuan dengan
berbagai definisi yang berbeda yang mencakup spektrum yang luas, berkisar pada
orang lain yang menciptakan keinginan untuk menolong, mengalami emosi yang
serupa dengan emosi orang lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan
pikirkan, mengaburkan garis antara diri dan orang lain. Empati sering juga
disebut dengan kepedulian. Yakni kesanggupan untuk peka terhadap kebutuhan
orang lain, kesanggupan untuk turut merasakan perasaan orang lain serta
menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Untuk dapat bersikap peka dan peduli
dibutuhkan tingkat kematangan kepribadian tertentu. Para pakar ilmu komunikasi
dan pendidikan menilai bahwa kepedulian atau empati merupakan kata kunci dalam
tahap akhir kecerdasan emosional. Sebabnya antara lain, karena untuk berempati
kita harus mampu mengobservasi dan melibatkan banyak panca indera.
Perkembangan empati anak perlu
mendapatkan stimulasi sesuai perkembangannya. Contohnya saja bayi baru lahir
merespon tangis bayi lain dengan menangis sendiri. Tangis yang ditampilkan
merupakan respon empati dasar untuk perkembangan empati mereka lebih lanjut.
Empati ini disebut Empati global (hoffiman, dalam Oatley and Jennkins, 1996)
Dengan empati, anak akan mengerti
bahwa tidak semua keinginannya melalui orang lain dapat terpenuhi. Dengan
empati anak akan mampu membina hubungan dan diterima oleh orang lain. anak
dapat diajarkan untuk berempati kepada orang lain sejak dini. Usia balita
merupakan usia yang paling tepat menanamkan sikap empati. Justru empati ini
harus dilatih sejak kanak-kanak. Hal ini akan memicu anak untuk memiliki
pengertian terhadap perasaan orang lain.
Pada dasarnya setiap anak sudah
memiliki kepekaan (empati) masing-masing pada dirinya, hanya hal tersebut
tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua mengasahnya. Dengan demikian,
terbentuk karakter yang baik. Oleh karena itu, orangtua ataupun guru sangat
dianjurkan untuk menanamkan sifat empati kepada anak. Bibit empati sebenarnya
sudah terlihat sejak si bayi lahir. Orangtua mungkin pernah melihat dua orang
bayi di dalam satu ruangan. Ketika salah satunya mulai menangis, bayi yang lain
seolah-olah terdorong untuk bereaksi sama. Ini menunjukkan empati, meski masih
dalam bentuk yang paling dasar. Mereka mampu berbagi emosi dengan orang lain.
Saat menjelang usia satu tahun bentuk empati itu semakin nyata.
Secara naluriah anak sudah mengembangkan
empati sejak ia masih bayi. Awalnya empati yang dimiliki sangat sederhana,
yakni empati emosi. Misalnya, pada usia 0-1 tahun, bayi bisa menangis hanya
karena mendengar bayi lain menangis. Barulah di usia 1- 2 tahun, anak menyadari
kalau kesusahan temannya bukanlah kesusahan yang mesti ditanggung sendiri.
Upaya dalam pengembangan empati
anak usia dini juga dapat dilakukan di sekolah. Berbagai upaya yang dilakukan
oleh guru dalam mengembangkan empati di sekolah Khusus nya d taman kanak-kanak
diantaranya dengan bercerita, bernyanyi, bersajak, dan berkarya wisata, tetapi
disesuaikan dengan tema yang terdapat dalam kurikulum pembelajaran sebagai
panduan guru menyampaikan pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Sehingga
pengembangan empati untuk anak usia Taman Kanak-kanak berjalan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan dan selanjutnya upaya-upaya lain dapat dipergunakan
untuk meningkatkan motivasi pengembangan empati untuk anak usia Taman
Kanak-kanak.
Adapun usaha yang dapat di
lakukan sekolah untuk pengembangan empati anak seperti, menciptakan suasana
emosional yang kondusif di sekolah seperti suasana menghargai, menerima,
menyayangi, memperlakukan anak dengan kasihdan membantu atau menghibur anak
ketika mereka mengalami kesulitan dengan kasih, suasana kondusif yang tercipta
di sekolah kan menimbulkan perasaan di terima, di hargai, di cintai, di sayangi
dan pada akhirnya akan mendorong anak untuk menyayangi , mencintai dan
menghargai orang lain.
Sekolah mengembangkan kegiatan
bermain peran untuk anak tentang tingkah laku sosial seperti bermain peran untuk
anak tentang tingkah laku sosial seperti bermain peran sebagai dokter, perawat
dan pekerja sosial. Bermain peran merupakan salah satu cara untuk mengembangkan
empati anak dan mendorong anak untuk mengkopi perasaan emosional orang lain
dengan kuat, melalui peran yang di mainkan anak mereka dapat belajar menghargai
dan menyayangi orang lain.
Setiap orang tua mendambakan anak
yang saleh, dengan iman yang teguh, taat beribadah, berakhlak terpuji,
mempunyai kepekaan sosial yang cukup tinggi, bijaksana, sopan
dalam bergaul dan
santun dalam berbicara.
Dan masyarakat mendambakan orang-orang
yang terdidik yang
mampu membawa anggota masyarakat kepada
kehidupan yang maju,
aman, dan tenteram.
Demikian pula, setiap guru
senantiasa berusaha mengajarkan
ketrampilan hidup, budi
pekerti, kebudayaan dan nilai-nilai
peradaban suatu bangsa,
serta menginginkan agar anak-didiknya berhasil
dalam belajarnya, dan
mampu menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan.
Untuk membentuk
atau pun mendidik
anak-anak yang mempunyai kepribadian yang baik, bukan
persoalan yang mudah bagi guru. Membentuk dan mendidik pribadi
anak yang di
dalamnya mengkristal sebuah
nilai-nilai moral yang baik,
butuh proses yang
benar dan panjang,
tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Disini dibutuhkan kesabaran,
keikhlasan, wawasan, dan pengetahuan yang luas serta pendekatan
yang benar dari seorang guru.
Sebagaimana telah
diungkapkan di atas, bahwa
inti persoalan moral seorang
anak sebenarnya berkaitan
erat dengan empati
anak. Anak yang mempunyai kecakapan
empati merupakan “pemain
tim” yang bagus,
pasangan hidup yang dapat
diandalkan, sahabat atau
rekanan usaha yang
setia, di dunia bisnis
mereka sukses sebagai
tenaga penjual/manager atau
menjadi guru yang hebat.
Dia dalam bergaul
dan berhubungan dengan
siapa pun akan
mudah diterima, karena lebih
mampu menyesuaikan jalan
pikiran dan perasaan
orang lain. Anak-anak yang
berempati dengan baik,
tak akan tega
menyakiti perasaan orang lain,
bahkan dia akan merasa ikut sedih jika
temannya sedang mendapatkan suatu musibah.
Tingginya kepekaan empati akan
berpengaruh pada kecakapan sosialnya. Dimana
semakin tinggi kecakapan
sosialnya, maka dia
akan lebih mampu membentuk hubungan,
untuk menggerakkan dan
mengilhami orang lain, membina kedekatan hubungan, meyakinkan
dan mempengaruhi, membuat orangorang lain merasa nyaman. Dengan demikian orang
yang memiliki empati cukup tinggi akan mempunyai etika moral yang cukup tinggi
pula dalam masyarakat.
Meskipun di sekolah anak
diajarkan untuk berempati, namun peran orang tua lah yang paling besar dalam
menanamkan perasaan empati pada anak. Karena orangtua adalah tempat pertama
anak mempelajari segalanya, karena itu saat orangtua bersikap kasar atau tidak
memikirkan perasaan orang lain, anak cenderung akan menirunya.Oleh sebab itu,
demi menanamkan sikap baik pada anak, orangtuapun harus memberi teladan yang
baik. Tunjukkan sikap peduli pada orang lain, atau bahkan mendiskusikan
kepedulian tersebut bersama anak, agar dia bisa terlibat aktif, tidak hanya
menjadi pengamat pasif dari perilaku orang tua Contohnya, saat ada teman yang
sakit, orangtua bisa mengajak anak untuk menengoknya. Dan juga mendiskusikan
bagaimana rasanya jika dia sakit dan tidak ada yang menengok. Dengan begini,
anak akan secara sadar mulai peduli pada orang lain, karena ia akan menempatkan
dirinya pada posisi mereka.
Sebagai orangtua, harus selalu
mengatakan apa yang baik dan tidak baik pada anak. Namun terkadang orang tua
seringkali lupa, bahwa anak juga melihat tingkah laku orang tua sebagai tolak
ukur apa yang baik dan tidak baik. Bila para orang tua mengajarkan anak untuk
menimbang setiap perkataannya agar tak menyinggung orang lain, tentu sebagai
orangtua juga harus memberi contoh tersebut. Sehingga anak tidak menjadi
bingung saat melihat orangtuanya tak menerapkan sikap yang diajarkan padanya. Contoh
paling sederhana, bila orang tua mengajarkan untuk peduli pada orang yang
kurang beruntung, namun menolak memberi bantuan pada orang kesusahan di jalan.
Anak akan mendapatkan kesan bahwa orangtuanya tidak menepati kata-kata mereka
sendiri. Hal ini juga berlaku di rumah. Bila orang tua mengajarkan anak untuk
memaafkan, namun ibunya malah mendiamkan sang ayah karena tidak menepati janji,
tentu anak akan menganggap bahwa orangtuanya tidak bisa memberi contoh atas
perkataan mereka sendiri. Hal ini bisa menjadi bumerang bagi orangtua, karena
itu usahakan agar selalu konsisten antara ucapan dan perbuatan di depan anak.
SUMBER:
Anonim.
(2008). Keterampilan Sosial. http://pembelajaran-anak.blogspot.co.id/2008/08/9-ketrampilan-sosial.html
Anonim.
(2010). Bagaimana Mengembangkan Empati
Anak. http://belajarpsikologi.com/bagaimana-mengembangkan-empati-anak/
Anonim. (-). Menanamkan
empati pada anak sejak dini. https://id.theasianparent.com/menanamkan-empati-pada-anak-sejak-dini/
Coles, R. (2000) Menumbuhkan
Kecerdasan Moral Pada Anak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Dewajani, S. (2015). Mengembangkan
Keterampilan Sosial Anak: Siapa Yang Harus Bertanggung Jawab? http://www.springupconsultant.com/beta2/index.php/kumpulan-artikel/artikel-ind/item/62-artikel-individu-pendidikan
Muhtadi, A. (-). Pengembangan
Empati Anak Sebagai Dasar Pendidikan Moral.
No comments:
Post a Comment