Tuesday, February 7, 2017

KETERIKATAN KARYAWAN DITINJAU DARI JENIS KELAMIN

Posted by Unknown on Tuesday, February 7, 2017

Seperti yang kita ketahui, sekarang banyak sekali laki-laki dan perempuan berlomba-lomba dalam mencari pekerjaan, mulai dari yang lulusan SMA, sarjana, ataupun ibu rumah tangga. Mereka berusaha keras untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dengan penghasilan yang baik pula. Tetapi dengan adanya beban yang lebih besar pada perempuan dalam mengurusi rumah tangga, maka perempuan lebih sedikit berada dalam dunia kerja. Seperti yang dikatakan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia (2013) bahwa pada tahun 2012 rata-rata lapangan pekerjaan dan penduduk porsi dari penduduk usia kerja yang bekerja-diperkirakan 65% dari November 2012 sampai Mei 2013 yang lebih
tinggi dari rata-rata global yaitu 60,3%. Rasio lapangan pekerjaan dan penduduk untuk  laki-laki dan perempuan menunjukan variasi yang signifikan, dengan rasio laki-laki dan perempuan diperkirakan mencapai 80,3% dan 50,0% masing-masing pada bulan Februari 2013. Perbedaan gender dalam partisipasi angkatan kerja terus bertahan dengan tingkat partisipasi angkatan kerja untuk laki-laki berkisar antara 84% dan 85%, sedangkan tingkat angkatan kerja pada perempuan berkisar antara 52% dan 53% selama tahun 2012 dan 2013. Dalam hal pekerjaan, pada tahun 2013 sekitar 62% laki-laki bekerja, sementara perempuan sekitar 38% yang bekerja. Dilihat dari persentase dalam hal pekerjaan, ini artinya bahwa perempuan mempunyai beban yang lebih berat ketika perempuan menjabat sebagai kepala rumah tangga.


Sebagai contoh fenomena pada Pegawai Negeri Sipil  (PNS) perempuan, Satuan Polisi Pamong Praja dan Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kuningan saat menggelar razia pegawai negeri sipil yang keluar pada saat jam kantor. Umumnya, PNS yang terkena razia adalah perempuan (Harthana, 2009). Menurut Agustin (dalam Kurniasari & Izzati, 2013) media lain yaitu surat kabar Jawa Pos edisi 28 Januari 2013 memberitakan bahwa pada tahun 2012 Pemkot Surabaya telah memberikan sanksi berat dan ringan kepada 56 PNS, bahkan 19 PNS diantaranya dipecat karena melakukan pelanggaran berat. Data Badan Kepegawaian dan Diklat Surabaya menyebutkan bahwa tahun lalu terdapat 31 PNS yang mendapat sanksi berat, dengan rincian 19 PNS dipecat dan sisanya mendapat sanksi tidak naik pangkat selama tiga tahun dan penurunan jabatan, selain itu ada 25 PNS yang mendapat sanksi ringan berupa penurunan gaji berkala ataupun penundaan kenaikan pangkat. Menurut Astuti (2011) dari data perbandingan jumlah PNS laki-laki dan PNS perempuan menunjukan bahwa untuk pegawai yang menduduki pimpinan masih didominasi oleh PNS laki-laki (63%) sementara PNS perempuan yang memegang pimpinan hanya sekitar 37%. Hal ini juga yang menjadi kemungkinan membuat perempuan lebih banyak yang mengeluarkan diri ataupun dikeluarkan karena kurangnya mematuhi peraturan yang ada di dalam organisasi. Seperti dalam catatan data ketenagakerjaan di Indonesia juga menunjukan bahwa keterlibatan perempuan dalam sektor publik belumlah memuaskan. Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 telah mengamanatkan aksi afirmasi mengenai quota 30% perempuan dalam lembaga legislatif, akan tetapi sampai hasil pemilu 2009 jumlah perempuan di parlemen masih sangat jauh karena hanya kisaran 9% sementara anggota parlemen laki-laki mencapai 91%.

Meskipun begitu, hal tersebut tetap menjadi jembatan untuk perusahaan mendapatkan karyawan-karyawan yang memiliki potensi yang luar biasa. Karyawan memiliki peranan penting dalam tercapainya tujuan suatu perusahaan. Keterampilan dan kinerja yang dimiliki menjadi dasar tolak ukur bagi keberhasilan suatu perusahaan. Bukan hanya keterampilan dan kinerja saja yang menjadi tolak ukur bagi keberhasilan perusahaan, tetapi produktivitas karyawan juga menjadi kunci keberhasilan perusahaan. Apabila karyawan memiliki produktivitas yang tinggi, perusahaan akan mendapatkan keuntungan dan pencapaian yang baik serta menghasilkan kinerja yang baik pula. Pada saat kinerja itu sudah baik, perusahaan harus tetap mempertahankannya sehingga tidak menurun. Karyawan dengan kinerja yang baik akan memiliki rasa kepuasan tersendiri. Maka, diharapkan karyawan tidak hanya memiliki rasa puas. Karyawan diharapkan memiliki rasa keterlibatan, komitmen, memberikan yang terbaik dari mereka untuk perusahaan, ikut berkontribusi terhadap pekerjaan dan perusahaan, serta memiliki rasa bangga terhadap pekerjaan dan perusahaan. Kondisi-kondisi ini yang disebut dengan Keterikatan Karyawan.

Keterikatan karyawan dikenal sebagai suatu konsep yang bisa memberikan dampak positif bagi perusahaan dan karyawan, serta memberikan informasi mengenai tingkat keterikatan karyawan terhadap perusahaannya. Dengan adanya keterikatan ini, karyawan akan memiliki komitmen dan rasa antusias terhadap pekerjaannya sehingga angka persentase karyawan yang mengeluarkan diri dari pekerjaannya berkurang. Karyawan yang terikat memiliki karakteristik tertentu yang semuanya berguna bagi kesuksesan organisasi (Bakker, 2009). Karyawan yang terikat dengan perusahaannya, akan dapat memiliki rasa untuk terlibat, berkomitmen, serta adanya rasa memiliki terhadap pekerjaan dan perusahaan tempat ia bekerja (Suryandari, 2012). Seperti yang telah dijelaskan juga oleh Kular S et.al (2008) melalui penelitiannya yang menyatakan bahwa kepercayaan perusahaan pada level keterikatan karyawan yang tinggi akan menghasilkan hasil yang positif pada keberhasilan perusahaan.

Namun, dengan begitu masih terdapat juga dampak positif dan negatif dari adanya keterikatan karyawan ini. Dampak positifnya yaitu seperti yang dijelaskan melalui hasil riset yang dilakukan oleh Watson Wyatt (dalam Haerani & Puruhanan, 2012) pada 750 perusahaan menunjukkan tentang besarnya total return to share holders dalam periode 5 tahun: Perusahaan dengan nilai employee engagement yang tinggi memiliki total return to share holders sebesar 64%, sedangkan pada perusahaan dengan employee engagement yang rendah, adalah sebesar 21%. Sedangkan dampak negatifnya yaitu masih banyak karyawan yang belum engaged dengan pekerjaan dan perusahaannya, sehingga karyawan tersebut mempengaruhi karyawan lain yang sudah terikat dengan pekerjaan dan perusahaan. Seperti yang dijelaskan oleh Gallup Consulting (dalam Nusatria, 2012) menemukan bahwa tingkat engagement di perusahaan-perusahaan kelas dunia lebih baik dibandingkan dengan perusahaan lain. Pada perusahaan kelas dunia (World-Class) karyawan yang tergolong ke dalam golongan engaged mencapai tingkat 67% sedangkan perusahaan lain hanya mencapai 33%. Tingkat engagement pada perusahaan kelas dunia juga lebih kecil daripada perusahaan lain. Karyawan pada perusahaan kelas dunia yang termasuk ke dalam not engaged dan actively disengaged berturut-turut hanya sebesar 26% dan 7%, dibandingkan dengan perusahaan lain yang mencapai 49% dan 18%.

Artinya bahwa masih banyak perusahan-perusahaan di dunia yang belum memberi perhatian lebih pada keterikatan karyawan meskipun keterikatan karyawan sangat memberikan manfaat bagi perusahaan. Dalam kasus ini, perusahaan-perusahaan kelas dunia yang belum menerapkan konsep keterikatan karyawan harus berusaha dengan keras untuk dapat membuat karyawan merasa nyaman di dalam pekerjaannya dan lingkungan kerjanya, sehingga karyawan yang secara aktif ingin melepaskan diri dari pekerjaannya dapat berkurang serta produktivitas dan kinerja menjadi meningkat.

Terkait dengan keterikatan karyawan, terdapat penelitian sebelumnya mengenai hasil riset keterikatan karyawan, yaitu Gallup Organization (dalam Coffman dan Gonzalez-Molina, 2002) menggunakan instrumen yang disebut dengan the Q12 instrument menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang berada pada paruh atas pada tingkat employee engagement, rata-rata memiliki tingkat loyalitas pelanggan 56% lebih tinggi, turn-over 44% lebih rendah, produktivitas 50% lebih tinggi, dan keuntungan 33% lebih besar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang berada pada paruh bawah. Artinya, bahwa perusahaan-perusahaan pada level atas lebih memiliki tingkat keterikatan karyawan yang sangat baik dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan pada level bawah. Ini menunjukkan bahwa keterikatan karyawan penting bagi keberhasilan perusahaan untuk mencapai tujuannya.

Previous
« Prev Post

No comments:

Post a Comment