A. Pengantar
I. Manajemen
berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti "seni
melaksanakan dan mengatur." Manajemen belum memiliki definisi yang mapan
dan diterima secara universal.Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan
manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini
berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain
untuk mencapai tujuan organisasi.
II. Kepemimpinan
adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya
dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan
adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan
pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang
ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran atau
instruksi.
III. Teori
Kepemimpinan Contingency Fiedler (Matching Leaders and Tasks)
Fiddler mendefinisikan efektivitas pemimpin dalam hal
performa grup dalam mencapai tujuannya. Fiddler membagi tipe pemimpin menjadi
2: yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada maintenance. Dari
observasi ini ditemukan fakta bahwa tidak ada korelasi konsisten antara
efektifitas grup dan perilaku kepemimpinan.
Pemimpin yang berorientasi pada tugas akan efektif pada 2 set
kondisi. Pada set yang pertama, pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik
dengan anggotanya, tugas yang didelegasikan pada anggota sangat terstruktur
dengan baik, dan memiliki posisi yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga.
Pada keadaan ini, grup sangat termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia
melakukan tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
Pada set yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan
yang baik dengan anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan memiliki
posisi dan otoritas yang rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai
kemungkinan untuk mengambil alih tanggung jawab dalam mengambil keputusan, dan
mengarahkan anggotanya.
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial
atau lingkungan. Para
pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam
kaitannya dengan situasi2 yg spesifik.Karena situasi dapat sangat bervariasi
sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk
memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan
selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling
efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang
efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya
sebagai Contingency Approach.Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi
seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan
oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi
kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin,
kedua hal tsb harus dipertimbangkan.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni
mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektip dibanding
para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada
orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah
ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif
dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
IV.
Model Kepemimpinan Normatif Menurut Vroom Dan
Yetton (Normative Theory: Decision Making And Leader Effectiveness: Vroom &
Yetton, 1973)
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat
keputusan. Karena keputusan2 yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat
berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari
efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat
menentukan keberhasilan ybs melaksanakan tugas2 pentingnya. Pemimpin yang mampu
membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding
dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Dalam mengambil
keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya? Dengan kata lain
seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan?
Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam
pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan
meningkatkan produktivitas.Namun seberapa jauh partisipasi bawahan dalam
pengambilan keputusan akan diberikan pemimpinnya? Jawabannya adalah Normative
Theory dari Vroom and Yetton.
Vroom dan Yetton (1973) mengembangkan model kepemimpinan
normatif dalam 3 kunci utama: metode taksonomi kepemimpinan, atribut-atribut
permasalahan, dan pohon keputusan (decision tree). 5 tipe kunci metode
kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic I: membuat keputusan dengan menggunakan
informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin.
2. Autocratic II: membuat keputusan dengan menggunakan
informasi yang terdapat pada seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu
menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka berikan.
3. Consultative I: berbagi akan masalah yang ada dengan
individu yang relevan, mengetahui ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan
mereka ke dalam kelompok; lalu membuat keputusan.
4. Consultative II: berbagi masalah dengan kelompok,
mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan
kemudian membuat keputusan.
5. Group II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok,
mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun
yang dibuat oleh kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang dianggap terbaik untuk
diterapkan pada berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan metode
kepemimpinan dengan situasi yang ada. Ada 7 atribut dari situasi yang harus
diambil dalam memutuskan metode kepemimpinan seperti apa yang harus digunakan
(Vroom & Yetton, 1973):
1. Adakah kualitas lain yang lebih rasional daripada solusi
yang telah ada?
2. Apakah saya memiliki informasi dan keahlian yang cukup
untuk membuat sebuah keputusan yang berkualitas tinggi?
3. Apakah masalahnya terstruktur?
4. Apakah penerimaan subordinat saya terhadap keputusan yang
saya buat akan mempengaruhi efektivitas dalam implementasi keputusan saya?
5. Jika saya harus membuat keputusan sendiri, apakah
keputusan saya dapat diterima secara beralasan oleh subordinat saya?
6. Apakah subrodinat saya memiliki tujuan organisasi yang
sama dengan saya saat memecahkan masalah ini?
7. Apakah konflik akan terjadi di kalangan subordinat saya
ketika solusi ini terpilih?
Jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut
terspesifikasi melalui metode kepemimpinan macam apa yang paling tepat
diterapkan pada situasi tertentu. Jawaban “ya” dan “tidak” akan mengarah pada
pohon keputusan (decision tree) yang membantu pemimpin untuk melanjutkan
tanggungjawabnya. Aturan Yang Dirancang Untuk Mendukung Dan Melindungi Hasil
Penerimaanm Keputusan ; Vroom & Yetton, 1973:
Penerimaan Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat
penting untuk pelaksanaan yang efektif, menghilangkan gaya otokratis.
Konflik Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting
untuk pelaksanaan yang efektif, dan mereka memegang pendapat yang saling
bertentangan atas sarana untuk mencapai beberapa tujuan, menghilangkan gaya
otokratis.
Keadilan Aturan: Jika kualitas keputusan penerimaan tidak
penting tapi penting, gunakan gaya yang paling partisipatif.
Penerimaan Aturan Prioritas: Jika penerimaan sangat penting
dan tidak pasti hasil dari keputusan otokratis, dan jika súbor-dinates tidak
termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang sangat
partisipatif.
V. Teori
Path-Goal Dalam Kepemimpinan
Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini
adalah teori path-goal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi
kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen
dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan
consideration serta teori pengharapan motivasi.
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat
diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah
sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan
motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian
kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan
penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka
dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka
membantu mereka dalam pencapaian tujuan2 bernilai mereka. Ide di atas memainkan
peran penting dalam House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan2
pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan
berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras
akan mengarahkan ke kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan
diakui dan diberikan ganjaran.
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas
kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi
efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk
melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal
karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya
pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat
memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi
mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori
Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku
individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan
valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan
produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang
mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model
path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang
membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.
Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1.
Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang
pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja
yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
2. Fungsi Kedua;
adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan
dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat
mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan
dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto,
2003) :
1. Instrumental
(directive) Instrumental (directive): suatu pendekatan yang berfokus pada
penyediaan bimbingan tertentu, menetapkan jadwal kerja dan aturan. Pemimpinan
memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan
jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan
bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas
tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan
pengawasan
2. Supportive Mendukung: sebuah gaya terfokus pada
membangun hubungan baik dengan bawahan dan memuaskan kebutuhan mereka. Pemimpin
bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga
memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka,
status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan
hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok.
Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap
kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
Participative Partisipatif: suatu
pola di mana pemimpin berkonsultasi dengan bawahan, memungkinkan mereka untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pemimpin partisipatif berkonsultasi
dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil
suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja
bawahan
Achievement-oriented Prestasi
berorientasi: suatu pendekatan di mana pemimpin menetapkan tujuan yang
menantang dan mencari perbaikan dalam kinerja. Gaya kepemimpinan dimana
pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk
berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan
prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Terdapat dua faktor situasional
yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal
characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson,
2003).
1. Karakteristik Bawahan
Pada
faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku
pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku
tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau
sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik
bawahan mencakup tiga hal, yakni:
1)
Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan
penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa
hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan
sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa
hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi
mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang
participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan
directive.
2) Kesediaan untuk Menerima
Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain.
Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya
kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism
rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
3)
Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah
mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi
(achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus
dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive
yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai
kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented,
sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin
yang supportive.
2. Karakteristik Lingkungan
Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa
perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
1) Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan
sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2) Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para
bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang
diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal,
yaitu:
1) Struktur Tugas
Struktur
kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2) Wewenang Formal
Kepemimpinan
yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi
organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3) Kelompok Kerja
Kelompok
kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan
supportive.
Dengan menggunakan salah satu dari
empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang
diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi
para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka,
dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan,
kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
Menurut Path-Goal Theory, dua
variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah
karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi
seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan
kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam
memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum
dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif
antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
B. Penerapan, Perencanaan Manajemen
1.
Pengertian Perencanaan Manajemen
Dalam manajemen, perencanaan adalah proses mendefinisikan
tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan
mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses
terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi
lain—pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan—tak akan dapat berjalan.
Rencana dapat berupa rencana informal atau rencana formal.
Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan
bersama anggota suatu organisasi. Sedangkan rencana formal adalah rencana
tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu.
Rencana formal merupakan rencana bersama anggota korporasi, artinya, setiap
anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat
untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus
dilakukan.
2.
Langkah – langkah Dalam Menyusun Perencanaan
NASIR DASAR pengambilan keputusan bagi pimpinan suatu
lembaga/ organisasi mutlak diperlukan, yaitu proses memilih dan mengembangkan
langkah-langkah yang akan diambil dalam menghadapi tantangan maupun masalah
dalam organisasi/ institusi/ lembaga. Perancanaan adalah masuk dalam salah satu
konsep yang dikemukakan oleh G.R. Terry yaitu terkenal dengan POAC, planning,
organizing, actuating dan controlling-nya.
Perencanaan (Planning) ialah fungsi manajemen yang harus bisa
menjawab rumus 5W+1H. WHAT(apa) yang akan dilakukan, WHY (mengapa) harus
melakukan apa, WHEN (kapan) melakukan apa, WHERE (dimana) melakukan apa, WHO
(siapa) yang melakukan apa, HOW (bagaimana) cara melakukan apa.
Pemimpin lembaga/ oragnisasi/ institusi tersebut harus
mengambil prediksi-presdiksi keputusan yang akan terjadi untuk masa mendatang.
Pimpinan tersebut harus memutuskan sasaran yang akan dicapai, analisa
kepegawaian yang akan mengoperasikannya dimasa yang akan datang, berapa banyak
jumlahnya dan mengaplikasikannya untuk dalam mencapi tujuan yang diinginkan.
Elemen-elemen terkait dalam suatu lembaga harus memiliki kajian-kajian,
misalnya dengan diadakannya “Rapat Staf atau Staf Meeting “. Salah satu
keunggulan saat melaksanakan staf meeting adalah menggali ide-ide kreatif yang
berguna demi kesinambungan institusi, mencapai satu visi misi bersama sehingga
arah dan tujuan lembaga tersebut tertera jelas. Sikap fleksibel juga mutlak
diperlukan untuk menghadapi segala macam perubahan.
Langkah-langkah dalam perencanaan, dimana secara garis
besarnya terdiri dari empat langkah dasar perencanaan yang bisa diterapkan
untuk semua tipe jenajang organisasi/ lembaga/ institusi. Langkah-langkahnya
antara lain adalah :
Menetapkan sasaran : Kegiatan perencanaan dimulai dengan
menetapkan apasaja yang ingin dicapai oleh organisasi, tanpa dasar yang jelas,
sumber daya yang ada akan meluas menyebar dengan menetapkan prioritas dan
merinci serta mengkalkulasi sasaran secara jelas maka organisasi dapat
mengarahkan sega sumber daya yang lebih efektif dan efisien serta tepat guna
dan tepat sasaran. Tugas pokok dan fungsi harus sudah ada, jika sudah memiliki
tupoksi yang jelas, maka akan semakin memudahkan untu membuat sasaran yang bisa
dipakai untuk satu tahun kedepan maupun sasaran yang ingin dicapai dalam lima
tahuan kedepan.
Merumuskan Posisi Organisasi : Posisi organisasi saat ini
diman pimpinan harus tahu dengan posisi organisasinya saat ini. Sumber daya apa
yang dimiliki organisasinya saat ini. Barulah rencana dapat disusun setelah
diketahui posisi organisasinya, kekuatan-kekuatan yang akan melaksanakan dari
apa-apa yang telah direncanakan dengan mengetahui keuangan dan statistic
organisasi saat ini.
Mengidentifikasi berbagai faktor : Mengetahui factor-faktor
pendukung dan penghambat selanjutnya perlu diketahui factor-faktor baik dari
dalam maupun yang datang dari luar yang diperkirakan dapat membantu dan
mendukung serta yang menghambat organisasi untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan. Diakui mengetahui lebih mudah keadaan yang terjadi saat ini
dibandingkan meramal peluang yang akan didapat di masa yang akan datang. Dan
unsure utama dalam perencanaan yang paling sulit adalah melihat kedepan. Namun
biar bagaimanapun harus ditunjang dengan sikap optimis.
Menyusun langkah-langkah untuk mencapai sasaran : Langkah
terakhir dalam menyusun perencanaan adalah mengembangkan berbagai kemungkinan
alternative atau langkah yang diambil untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan, mengevaluasi alternative ini dengan memilih mana yang baik dan mana
yang dianggap cocok dan memuaskan.
Namanya juga rencana, namanya juga perencanaan. Segala
sesuatu bisa saja terjadi sehingga apa yang telah kita rencanakan menjadi terkendala
oleh beberapa faktor x, namun kita harus optimis dan berusaha untuk mewujudkan
apa yang kita rencanakan adalah untuk sebuah keberhasilan. Ada sebentuk
kepuasan batin jika apa yang telah kita rencanakan akan berjalan mulus dan
sesuai dengan apa yang telah kita rencanakan.
Namun jika perencanaan kita menemui beberapa faktor kendala,
kita juga harus optimis, biar bagaimana pun pepatah "biar tidak tepat
sasaran, namun tidak melenceng terlalu jauh", artinya jangan sampai
benar-benar keluar dari jalur perencanaan, karena kita tidak akan pernah tahu
apa yang akan terjadi esok, lusa dan seterusnya. Namun perencanaan mutlak
kiranya diperlukan.
3. Manfaat Perencanaan Dalam Suatu Organisasi
a.
Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan
Lingkungan
b.
Membuat tujuan lebih khusus,terperinci dan mudah
di pahami
c.
Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti
d.
Manajer memahami keseluruhan gambaran operasi
lebih jelas
4. Jenis
Perencanaan dalam Organisasi
·
Misi atau Maksud (Mission atau Purpose)
Menggambarkan peranan
atau maksud keberadaan suatu organisasi pada masyarakat tertentu.
·
Tujuan
Merupakan titik akhir dimana aktivitas organisasi diarahkan.
Strategi merupakan rencana umum/pokok untuk mencapai tujuan organisasi.
·
Kebijakan
Merupakan pernyataan
atau pemahaman umum yang membantu mengarahkan pengambilan keputusan (khususnya
cara berpikirnya).
·
Prosedur
Merupakan serangkaian
aktivitas atau tindakan, yang lebih mengarahkan tindakan (bukan cara berpikir).
·
Aturan
Merupakan rencana yang
dipilih dari beberapa alternatif, untuk dilakukan atau tidak dilakukan.
Sumber:
-
Wirawan, Sarlito. (2005).Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan
Psikologi Terapan).Jakarta :Balai
Pustaka.
- http://edunet07.multiply.com/journal/item/12/Paradigma_kepemimpinan
- http://id.wikipedia.org/wiki/Perencanaan
- http://kodzan.blogspot.com/2010/04/langkah-langkah-dalam-perencanaan.html
- http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2077093-tujuan-perencanaan-dan-manfaat-perencanaan/#ixzz2gkJTx5ah
-
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=56401
No comments:
Post a Comment