Tuesday, April 30, 2013

Sosialita

Posted by Edo Bramantyo on Tuesday, April 30, 2013



  
Sosialita adalah mereka yang terlahir kaya dan menggunakan kekayaaanya itu untuk kegitan yang bersifat sosial. Tentu saja kegiatan atau aksi sosial yang sesuai dengan kelas mereka. Macamnya bisa menggadakan penggalangan dana dengan konser musik, atau peragaan busana, pesta kebun dan lain sebagainya di hotel berbintang dan mengundang media pastinya.
Sepertinya kata “sosialita” ini sudah mengalami pergeseran makna. Karena kalo sekarang, kaum sosialita itu biasanya “aktif secara sosial” mengadakan kegiatan sosial yang dibalut pesta dan mengundang media. Ada niatan membantu juga sih, tapi sangat kecil, lebih banyak kegiatan tersebut dilakukan untuk menjaga image mereka . Jadi,rangkumannya adalah bahwa sebenernya sosialita itu adalah orang yang emang sudah kaya *karena lahir dari keluarga kaya* yang menggunakan waktu danhartanya untuk melakukan kegiatan sosial. Biasanya kaum sosialita ini *karena kekayannya pula* mampu menggerakan atau mempengaruhi orang lain untuk melakukanhal yang sama. Biasanya kaum sosialita itu punya semacam komunitas atau semacam arisan.
Adapula beberapa sebutan yang berkaitan dengan sosialita di negeri ini, yaitu “social climber”. Social climber adalah seseorang yang sebenernya bukan sosialita tapi ngotot mengikuti gaya hidup bak sosialita dan mereka-mereka ini rela melakukan apapun asalkan bisa masuk dalam jajaran masyarakat kelas atas. Sangat miris memang mengamati fenomena tersebut. Sangat berbanding terbalik dengan keadaan negeri ini. Disamping fenomena sosialita yang hidup dengan kemewahan, masyarakat masih banyak yang terjerat dalam relung kemiskinan dan keterpurukan.

Beberapa alasan mengapa seseorang menjadi social climber diantaranya:
·                     gengsi diri terhadap orang lain
·                     Memperbanyak jaringan dan
·                     Ikut-ikutan

motivator muda Bong Chandra mengatakan, mereka yang terjebak dalam kesenangan, tak mampu menunda kesenangan, dan menikmati penderitaan sementara adalah kalangan yang fokus pada lifestyle dan mengabaikan wealthstyle. Gaya hidup tak sesuai kemampuan kemudian mendorong mereka cenderung mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala cara. Mereka ingin merasakan kenyamanan yang semu. Kalangan ini tak mampu hidup dalam ketidaknyamanan dan menjadi manusia yang tak bertumbuh.
Amelia mempunyai pandangan yang sedikit berbeda. Menurutnya, di Indonesia, sosialita berkontribusi terhadap masyarakat secara berkelompok. "Kalaupun mereka mengadakan penggalangan dana, misalnya, mereka beramal ramai-ramai, tak ada sosok yang menonjol," kata Amelia. Namun ia sepakat, yang menonjol dari karakter sosialita di Indonesia adalah gaya hidupnya. Mereka saling menandingi dalam hal kepemilikan sejumlah barang bermerek hingga barang mewah, termasuk kendaraan.
Kasus Malinda Dee menjadi contoh nyatanya.
"Di Indonesia, sosialita adalah mereka yang naik Ferrari, punya barang bermerek, eksis di pesta, beramal ramai-ramai, kurang banyak sosok pribadi yang menonjol," ungkap perempuan yang berprofesi sebagai personal buyer ini.
Menurutnya, kebanyakan sosialita di Indonesia menghabiskan dana jutaan untuk perawatan tubuh dan kecantikan. Biaya perawatan tubuh lebih tinggi dibandingkan anggaran belanja tas yang bernilai ratusan juta per buahnya.
"Saat menghadiri pesta atau peluncuran program bank yang bekerja sama dengan merek tertentu, kalangan sosialita itu enggak berbelanja. Mereka lebih banyak menghabiskan uang untuk manicure pedicure dan perawatan lainnya. Mereka bahkan sudah tidak tahu caranya mencuci rambut sendiri. Gaya hidup yang juga tinggi adalah, saat menghadiri pesta mereka, harus mengenakan busana bermerek beserta aksesori dengan merek sama dari ujung rambut ke ujung kaki. Sulit untuk memasuki kalangan sosialita dan bertahan di antara mereka," lanjutnya.
Fira menambahkan, sosialita seharusnya memiliki sesuatu yang dibanggakan dan mempunyai penghargaan atas dirinya, nilai kemanusiaan dan kejujuran, dan bukan sesuatu yang semu. "Seharusnya, sosialita memiliki kepercayaan diri, menggali dan mempelajari kelebihan diri. Kalau tidak, mereka akan menggunakan topeng di balik sesuatu yang palsu dan semu," kata Fira.
Sosialita, terutama perempuan, harusnya menjadi inspirasi, memiliki kekuatan dan karakter yang membanggakan, serta berkontribusi terhadap masyarakatnya. Perempuan kalangan atas seharusnya tidak dilihat dan menonjol karena menjadi istri tokoh ternama. Sosok sosialita dalam arti sebenarnya bisa didapati dari diri Dewi Soekarno.
"Ada sosok sosialita, Dewi Soekarno, tapi itu sudah lama sekali. Saat ini sosialita sudah bergeser definisinya," tutup

Sumber :
- http://mochammadyuniar.wordpress.com/2012/01/16/sosialita-fenomena-kemewahan-
  tanpa-arti/
- http://nurulfatihah93.wordpress.com/2011/12/22/arti-sosialita-sesungguhnya/
- http://oliphoph.wordpress.com/2011/12/23/kaum-sosialita/
- http://kompas.com

Previous
« Prev Post

6 comments:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  6. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete