Juvenile delinquency dari kata juvenilis yang artinya muda, bersifat kemudaan sedangkan delinquency
dari kata deliquere yang artinya jahat, durjana, pelanggar dan nakal. Juvenile delinquency adalah anak-anak muda yang selalu melakukan
kejahatan, dimotivir untuk mendapatkan perhatian, status sosial dan penghargaan
dari lingkungannya (Kartono, 2003).
Mereka disebut pula sebagai pemuda-pemuda brandalan, atau pemuda aspalan yang selalu berkeliaran di jalan-jalan aspalan, atau anak-anak nakal. Pada umumnya mereka tidak memiliki kesadaran sosial dan kesadaran moral. Tidak ada pembentukan ego dan super-ego, karena hidupnya didasarkan pada basis instinktif yang primitife. Mental dan kemaunnya jadi lemah, hingga impuls-impuls, dorongan-dorongan dan emosinya tidak terkendali lagi.tingkah lakunya liar berlebih-lebihan. Fungsi-fungsi psikisnya tidak bisa diintegrasikan, hingga kepribadiannya menjadi khaotis dan menjurus psikotis. Melakukan tindakan yang melanggar norma-norma yang ada baik secara individual atau kelompok dapat dikategorikan sebagai tindakan juvenile delinquency. Perilaku tersebut dapat di tunjukan dengan cara melakukan tindakan-tindakan yang salah, seperti melakukan tindak pemerasan, kekerasan, pembunuhan, penganiyaan, pencurian, penipuan, penyalahgunaan obat terlarang, kriminalitas, penodongan, mereka inilah tergolong juvenile delinquency (Sudarsono, 2004).
Mereka disebut pula sebagai pemuda-pemuda brandalan, atau pemuda aspalan yang selalu berkeliaran di jalan-jalan aspalan, atau anak-anak nakal. Pada umumnya mereka tidak memiliki kesadaran sosial dan kesadaran moral. Tidak ada pembentukan ego dan super-ego, karena hidupnya didasarkan pada basis instinktif yang primitife. Mental dan kemaunnya jadi lemah, hingga impuls-impuls, dorongan-dorongan dan emosinya tidak terkendali lagi.tingkah lakunya liar berlebih-lebihan. Fungsi-fungsi psikisnya tidak bisa diintegrasikan, hingga kepribadiannya menjadi khaotis dan menjurus psikotis. Melakukan tindakan yang melanggar norma-norma yang ada baik secara individual atau kelompok dapat dikategorikan sebagai tindakan juvenile delinquency. Perilaku tersebut dapat di tunjukan dengan cara melakukan tindakan-tindakan yang salah, seperti melakukan tindak pemerasan, kekerasan, pembunuhan, penganiyaan, pencurian, penipuan, penyalahgunaan obat terlarang, kriminalitas, penodongan, mereka inilah tergolong juvenile delinquency (Sudarsono, 2004).
Banyak sekali fenomena juvenile delinquency yang menyebabkan para remaja bertindak yang menimbulkan dampak negatif pada masyarakat dan generasi penerusnya. Fenomena seperti ini cukup menarik untuk diteliti mengingat perilaku kenakalan juga banyak melanda kehidupan pada remaja. Berbagai fenomena juvenile delinquency (kenakalan remaja) saat ini cukup meresahkan karena sudah menimbulkan efek negatif pada generasi selanjutnya seperti tawuran, mencuri, merokok dan mabuk-mabukan hingga perilaku seksual yang ditimbulkan oleh siswa dan siswi sekolah. Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh siswa-siswi sekolah, baik SMP (Sekolah Menengah Pertama) maupun SMA (sekolah menengah atas) sederajat dapat merugikan khususnya bagi diri sendiri maupun masyarakat sekitarnya, hal ini sudah terjadi sejak dulu, aktivitas seks pranikah dikalangan pelajar dari tahun ketahun tidak pernah menurun.
Apa yang menyebabkan juvenile delinquency?
Tentunya ada yang menyebabkan anak remaja menjadi delinquency seperti instabilitas psikis yang mana tipe ini banyak terdapat pada anak-anak gadis, dengan sikap yang pasif, tanpa kemauan dan suggestible sifatnya. Biasanya mereka itu tidak memiliki karakter, terlalu labil mentalnya. Emosinya tidak matang, dan inteleknya mengalami retardasi, pada umumnya mereka tidak agresif, tapi kemauan dan karakternya sangat lemah.sehingga mereka mudah menjadi pecandu alkohol, dan obat-obat bius, lalu mudah terperosok pada praktek dan perbuatan immoral seksual serta melakukan pelcuran atau porstitusi.
Kemudian adanya defiensi dan kontrol super-ego sebagai akibat dari defisiensi ini muncul banyak agresivitas. Dorongan-dorongan, impuls-impuls dan sikap-sikap bermusuhanya meledak-ledak secara eksplosif seperti pada penderita epilepsi atau ayan. semua ini mengakibatkan efek intelektual, hingga pasien selalu melakukan reaksi yang primitif, yang ditampilkan dalam gejala tingkah laku jahat, kejam, tidak berperikemanusiaan, dan suka menteror orang lain serta lingkungan.
Adanya fungsi presepsi yang defektif, padahal mereka itu tahu bahwa perilakunya jahat dan kriminal, namun mereka tidak menyadari arti dan kualitas dari kejahatnya. Sebab hati nuraninya sudah menumpul, hingga tingkah lakunya menjadi buas, jahat dan kejam kelewat-lewat.
Sumber:
Kemudian adanya defiensi dan kontrol super-ego sebagai akibat dari defisiensi ini muncul banyak agresivitas. Dorongan-dorongan, impuls-impuls dan sikap-sikap bermusuhanya meledak-ledak secara eksplosif seperti pada penderita epilepsi atau ayan. semua ini mengakibatkan efek intelektual, hingga pasien selalu melakukan reaksi yang primitif, yang ditampilkan dalam gejala tingkah laku jahat, kejam, tidak berperikemanusiaan, dan suka menteror orang lain serta lingkungan.
Adanya fungsi presepsi yang defektif, padahal mereka itu tahu bahwa perilakunya jahat dan kriminal, namun mereka tidak menyadari arti dan kualitas dari kejahatnya. Sebab hati nuraninya sudah menumpul, hingga tingkah lakunya menjadi buas, jahat dan kejam kelewat-lewat.
Sumber:
- Kartono, K. 2003. Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Grasindo Persada.
- Sudarsono. 2004. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rieka Cipta.
No comments:
Post a Comment